-Jimin-
Sekarang adalah hari ulang tahun Ibuku. Hyunji sudah dua kali meneleponku menanyakan apakah aku akan menelepon Ibu kami. Aku tidak bisa melakukannya. Dia sedang berada di pantai di Jeju bersama dengannya. Hal ini sama sekali tidak mempengaruhinya. Sekali lagi dia kabur untuk menikmati hidupnya sementara itu meninggalkan anaknya di belakang untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
"Hyunji menelepon lagi. Kau ingin aku menjawabnya dan mengatakan padanya agar meninggalkan kau sendirian?" Hoseok Hyung berjalan masuk ke ruang tamu memegang ponselku di tangannya sementara ponsel itu berdering.
Dua orang itu bertengkar seperti layaknya saudara kandung.
"Tidak, berikan itu padaku," jawabku sambil dia melemparkan ponsel itu padaku.
"Ji," sapaku dengan hangat.
"Apakah kau akan menelepon Ibu atau tidak? Dia sudah dua kali meneleponku sekarang bertanya apakah aku bicara padamu dan jika kau ingat ini adalah hari ulang tahunnya. Dia peduli padamu. Berhenti membiarkan gadis itu menghancurkan segalanya, Oppa. Dia menodongkan senjatanya padaku, demi Tuhan. Senjata, Oppa. Dia gila. Dia-"
"Hentikan. Jangan berkata apa-apa lagi. Kau tidak mengenalnya. Kau tidak ingin tahu tentangnya. Jadi hentikan. Aku tidak akan menelepon Ibu. Lain kali dia menelepon katakan padanya seperti itu. Aku tidak ingin mendengar suaranya. Aku tidak peduli akan liburannya atau apa yang dia dapatkan saat ulang tahunnya."
"Ouch," gumam Hoseok Hyung saat dia merebahkan diri pada sofa diseberangku dan menopangkan kaki nya pada ottoman (sofa rendah tanpa sandaran) di depannya.
"Aku tidak percaya Oppa berkata seperti itu. Aku tidak memahamimu. Dia tidak mungkin baik dalam-"
"Jangan Ji. Percakapan ini selesai. Telepon aku jika kau butuh aku."
Aku menekan tombol end kemudian melemparkan ponselku ke kursi disampingku dan menyandarkan kepalaku pada bantal.
"Ayo pergi. Sedikit minum. Berdansa dengan beberapa gadis. Lupakan semua omong kosong ini. Semuanya." kata Hoseok Hyung.
Hoseok Hyung menyarankan ini beberapa kali selama lebih dari tiga minggu. Atau setidaknya sejak aku berhenti memecahkan sesuatu dan dia merasa itu sudah cukup aman untuk bicara.
"Tidak," jawabku tanpa melihatnya.
Tidak ada satu alasan pun untuk bersikap seolah aku baik-baik saja. Sampai aku tahu Yeorin baik-baik saja, aku tidak akan pernah baik. Yeorin mungkin tidak akan memaafkanku. Masa bodoh dia mungkin tidak akan pernah melihatku lagi tapi aku ingin tahu apakah dia sudah pulih. Aku ingin tahu sesuatu. Apa saja.
"Akan sangat baik untuk tidak ikut campur. Aku membiarkanmu menjadi gila, berteriak pada semua yang bergerak dan menyebalkan. Ku pikir ini saatnya kau bilang sesuatu padaku. Apa yang terjadi ketika kau pergi ke Paju? Sesuatu pasti telah terjadi. Kau tidak kembali menjadi orang yang sama."
Aku menyayangi Hoseok Hyung seperti saudara tetapi tidak mungkin aku mengatakan padanya tentang malam di kamar hotel bersama Yeorin.
Yeorin telah terluka dan aku sangat putus asa.
"Aku tidak ingin membicarakannya. Tapi aku ingin pergi keluar. Berhenti menatap pada semua dinding ini dan mengingatnya, yeah aku perlu keluar." Aku berdiri dan Hoseok Hyung melompat dari tempat duduknya di sofa. Kelegaan nampak nyata di matanya.
"Untuk apa kau pergi keluar? Bir atau gadis atau keduanya?"
"Musik yang keras," jawabku.
Aku benar-benar tidak perlu bir atau gadis. Aku hanya tidak siap untuk itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Too Far (PJM)
Romance(completed) Yeorin baru saja berumur dua puluh tahun. Yeorin adalah putri ayah tiri Jimin yang baru. Yeorin masih naif dan polos karena menghabiskan tiga tahun terakhir merawat ibunya yang sakit. Tapi untuk Park Jimin yang berusia dua puluh tujuh...