47

213 31 17
                                    

-Jimin-

Jin hyung menelepon untuk memberitahuku bahwa kedua gadis itu pindah ke kondominium di properti klub hari ini. Aku tidak melihatnya sejak insiden di lapangan golf.

Bukan karena kurangnya aku mencoba. Beberapa kali aku telah berusaha untuk menempatkan diriku di rute pekerjaannya di klub tapi tidak pernah berhasil. Aku bahkan mampir kemarin tapi dia sudah pulang. Minji-ssi mengatakan dia dan Seonjoo libur jadi aku menduga mereka pergi untuk melakukan sesuatu bersama-sama.

Aku berhenti di apartemen Seonjoo dan langsung melihat mobil Taehyung. Apa yang dia lakukan disini?

Aku menyentakkan pintu terbuka dan berjalan menuju ke apartemen Seonjoo ketika aku mendengar suara Yeorin. Berbalik arah, aku berjalan menghampiri mobil Taehyung sampai aku melihat Taehyung sedang bersandar di dinding di samping mobilnya yang dia parkir dan wajahnya terlihat tersenyum saat mendengarkan Yeorin berbicara. Hal itu yang membuatku ingin membunuhnya.

"Jika kau setuju, aku mengucapkan terima kasih," kata Yeorin pelan seolah dia tidak ingin ada yang mendengarnya.

"Aku setuju," jawab Taehyung saat mengalihkan pandangan matanya lalu bertemu dengan tatapanku. Senyum di wajahnya langsung menghilang.

Yeorin menoleh melirik lewat bahunya. Wajahnya tampak terkejut saat matanya bertemu dengan mataku yang terluka. Mungkin seharusnya aku tidak berada di sini sekarang.

Aku tidak ingin kehilangan itu dan menakutinya tapi aku benar-benar dekat dengan kemarahan, ingin memukulnya tanpa berpikir. Mengapa mereka berbicara hanya berdua?

Apa yang dia maksud dengan sejutu?

"Jimin?" Kata Yeorin, berjalan menjauhi Taehyung dan mendekatiku. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Taehyung tertawa dan menggelengkan kepalanya lalu membuka pintu mobilnya.

"Aku yakin dia datang untuk membantu. Aku akan pergi sebelum wajah cemberutnya yang tampak jelek itu membunuhku."

Dia meninggalkan kami. Bagus.

"Apa kau disini untuk membantu kami pindah?" Tanyanya, mengamati aku dengan hati-hati.

"Ya," jawabku.

Ketegangan meninggalkan aku saat mesin BMW Taehyung menyala dan dia pergi.

"Bagaimana kau tahu kami akan pindah?"

"Jin hyung meneleponku," jawabku.

Dia menggeser kakinya dengan gugup. Aku benci bahwa aku membuatnya gelisah.

"Aku ingin membantu, Rin. Maafkan aku tentang Hyunji pada waktu itu. Aku sudah bicara dengan dia. Dia tidak akan..."

"Jangan khawatir tentang hal itu. Kau tidak perlu meminta maaf untuknya. Aku tidak berpikiran buruk terhadapmu. Aku mengerti."

Tidak, dia tidak mengerti. Aku bisa melihatnya di matanya bahwa dia tidak memahaminya. Aku mengulurkan tangan dan meraih tangannya. Aku hanya ingin menyentuhnya, entah kenapa. Dia gemetar saat jari-jariku menyentuh telapak tangannya. Dia menggigit bibir bawahnya, cara yang sama yang aku inginkan.

"Yeorin," kataku lalu berhenti karena aku tidak yakin apa lagi yang harus ku katakan. Sebenarnya sudah terlalu banyak yang ingin kukatakan sekarang.

Dia mengalihkan tatapannya dari tangan kami ke arahku dan aku bisa melihat ada gairah disana. Benarkah?

Apakah aku bermimpi melihat itu atau apakah dia... dia benar-benar begitu?

Aku menyelipkan satu jari sampai ke telapak tangannya dan membelai bagian dalam pergelangan tangannya. Dia gemetar lagi.

Sial.

Dia terpengaruh oleh sentuhanku. Aku melangkah lebih dekat dan menjalankan tanganku perlahan-lahan naik ke lengannya. Aku menunggu dia untuk mendorongku menjauh dan aku berharap dialah yang membuat jarak diantara kami.

Ketika tanganku sudah cukup tinggi ibu jariku menyentuh sisi payudaranya dan dia mencengkeram tanganku yang bebas sambil bergidik.

Apa-apaan ini?

"Yeorin," bisikku, menekan punggungnya sampai dia menempel ke dinding bata gedung apartemen dan dadaku beberapa inci bersentuhan dengan payudaranya.

Dia tidak mendorongku untuk menjauh dan kelopak matanya tampak sayu saat dia menatap dadaku. Napasnya berat. Potongan leher pada gaunnya yang berwarna merah muda sedikit pucat itu agak rendah memamerkan tepat disana di bawah hidungku. Naik-turun seolah itu sebuah undangan. Salah satu hal yang mustahil. Ada sesuatu yang salah disini.

Aku meletakkan tanganku yang lain di pinggangnya dan perlahan-lahan meluncur naik ke atas tubuhnya sampai ibu jariku yang lain terselip di dalam payudaranya. Dia tidak mengenakan bra. Putingnya keras dan tegak menyembul dibalik bahan tipis gaunnya.

Aku tidak bisa menghentikan diriku. Aku menggeser tanganku dan menutupi payudara sebelah kanannya lalu meremasnya dengan lembut. Yeorin merintih dan lututnya mulai membuka. Dia membiarkan kepalanya jatuh kebelakang ke dinding dan menutup matanya. Aku menahannya dengan menyelipkan kakiku diantara kakinya agar dia tidak jatuh ke lantai.

Dengan tanganku yang lain, aku menutupi payudara kirinya dan menjalankan ibu jariku di atas putingnya yang keras.

"Jimhh..," erangnya, membuka sedikit matanya dan menatapku dari balik bulu matanya.

Sial.

Aku berada pada suatu bentuk siksaan dari surga. Jika ini adalah mimpi lain, aku akan marah. Rasanya terlalu nyata.

"Apakah rasanya nikmat, Rin?" Tanyaku, sambil menurunkan kepalaku untuk berbisik di telinganya.

"Ya," desahnya, dia meleleh turun lebih jauh ke lututku.

Ketika pusatnya yang hangat menempel di kakiku, dia tersentak dan mencengkeram lenganku lebih keras.

"Jimin..," dia tersentak.

Aku akan datang di celanaku. Aku belum pernah merasa begitu terangsang selama hidupku. Sesuatu yang berbeda. Ini tidak sama. Dia hampir putus asa. Aku bisa merasakan ketakutannya namun kebutuhannya lebih kuat.

"Yeorin, katakan padaku apa yang kau ingin aku lakukan. Aku akan melakukan apapun yang kau butuhkan," Aku berjanji padanya, mencium kulit lembut di bawah telinganya.

Aromanya begitu menyenangkan. Aku meremas payudaranya dengan tanganku lagi dan dia menghembuskan rintihan untuk memohon. Yeorinku sangat terangsang. Ini nyata. Ini bukan mimpi sialan.

Brengsek.

"Yeorin!" Panggilan melengking dari suara Seonjoo seperti seember air es disiramkan di atas Yeorin.

Dia menegang kemudian berdiri tegak melepaskan tangannya dari lenganku dan bergeser menjauh. Dia tidak mau melihat ke arahku.

"Aku... hmm... Maafkan aku. Aku tidak tahu..." Dia menggelengkan kepalanya dan bergegas pergi menjauh dariku.

Aku mengawasinya sampai dia di pintu dan Seonjoo berbicara padanya dengan tegas.

Yeorin mengangguk. Setelah mereka masuk ke dalam aku menghantamkan kedua tanganku ke dinding bata dan menggumamkan serangkaian kutukan sementara aku berusaha mati-matian untuk mengontrol amarahku yang begitu keras.

Setelah beberapa menit pintu terbuka lagi dan aku berpaling lalu melihat Jin Hyung berjalan keluar. Dia melihat ke arahku dan bersiul pelan.

"Sialan, Jim. Kau bertindak begitu cepat."

Aku bahkan tidak menanggapi hal itu. Dia tidak tahu apa yang dia bicarakan. Yeorin begitu kelaparan akan sentuhanku. Dia tidak mendorongku menjauh. Dia hampir memohon padaku meski tanpa kata-kata. Rasanya tidak masuk akal tapi dia menginginkan aku. Tuhan tahu aku menginginkan dia. Aku selalu menginginkan dia.

"Ayolah. Kita memiliki sofa untuk dipindahkan. Aku butuh bantuanmu," kata Jin hyung, menahan pintu terbuka.

.
.
.
To be continued.

Wah Seonjoo ganggu aja 😆

Fallen Too Far (PJM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang