Lembar 24.

148 25 17
                                    

Hyungwon mengikuti langkah Minhyuk yang berjalan menuju bukit terlarang ketika cahaya matahari telah berhasil menyentuh setiap sudut Distrik.

"Hoy... Kalian... Kenapa lama sekali?" lantang Jooheon sembari melambaikan tangannya ke udara dari atas bukit.

Minhyuk sekilas membalas lambaian tangan Jooheon. Matanya masih tampak sembab, namun jika hanya di perhatikan sekilas tidak akan terlalu tampak. Keduanya meninggalkan rumah setelah sempat terlibat pembicaraan yang serius, dan beruntungnya ayah Hyungwon tidak pulang sejak semalam. Jadi pria itu tidak tahu apa yang baru saja terjadi di Distrik.

"Apa saja yang kalian lakukan? Kenapa lama sekali?" protes Jooheon setelah keduanya sampai di atas bukit.

Hyungwon menghampiri Jooheon dan langsung menendang bokong pemuda itu. "Berhenti berteriak."

Satu ringisan Jooheon berhasil mengundang tawa dari para rekan-rekannya. Tampak senyum yang lebih ringan seakan menegaskan bahwa beban mereka sedikit berkurang.

"Setelah ini apa lagi?" Hoseok memulai pembicaraan.

Hyunwoo menyahut, "apa lagi? Tentu saja menunggu. Aku dengar si sipit itu mengundang orang-orang Distrik 8 untuk datang kemari."

Jooheon mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Eih ... mereka tidak akan berani kemari. Jika mereka kemari, jadikan saja Bukit terlarang ini sebagai tanah makam mereka."

"Bicaramu sembarangan, siapa yang sudi memakamkan mereka di sini?" balas Kihyun tak terima.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Minhyuk menengahi.

"Bersihkan rumah kalian saja, Ibu kalian tidak ada di rumah. Tidak akan ada lagi yang membersihkan rumah," ujar Kihyun, di tujukan sebagai sebuah candaan.

Jooheon menyahut, "Ayah dan Ibuku pergi, apa sebaiknya aku mengungsi di rumah Hyunwoo Hyeongnim saja?"

"Tinggallah sendiri! Aku masih tinggal bersama Ayahku," tolak Hyunwoo.

"Ya ampun... Benar-benar tidak setia kawan," cibir Jooheon.

"Pergilah ke sungai untuk bercermin, jangan hanya pergi ke sana untuk melihat ikan."

Beberapa orang tertawa mendengar perkataan Hoseok yang justru membuat Jooheon menggerutu. Si sipit itu lantas mengalihkan pembicaraan, "apa, tidak apa-apa membiarkan mereka pergi seperti ini?"

"Mereka tidak akan melakukan patroli di pagi hari, mereka menyibukkan diri dengan para penduduk. Seharusnya tidak masalah," sahut Hyungwon.

"Aku harap juga begitu," cetus Kihyun yang kemudian mengarahkan pandangannya pada kepulan asap yang berasal dari Distrik 1.

"Tunggulah aku, aku akan menepati janjiku suatu saat nanti." Kihyun menjatuhkan pandangannya dan tersenyum ketika hatinya terasa lebih ringan ketika Sohye meninggalkan Distrik 9.

"Tapi tidak banyak orang yang bersedia untuk pergi."

"Tidak masalah, mereka sudah tahu resikonya."

"Hyungwon, bagaimana dengan Ayahmu?" tegur Hoseok dan membuat semua perhatian tertuju pada Hyungwon.

"Dia tidak pulang sejak pergi kemarin pagi."

"Aku juga tidak melihat Paman Hyunjae ada di Kantor Kepala Distrik," sahut Hyunwoo.

Jooheon menyahut, "bagaimana Hyeongnim bisa tahu jika Paman Hyunjae tidak ada di sana?"

"Kemarin siang aku mengantarkan berkas Ayahku yang tertinggal di rumah. Ayahku mengatakan jika Paman Hyunjae belum datang."

Minhyuk menyahut, "padahal Paman Hyunjae meninggalkan rumah sejak pagi."

DISTRICT 9 : Date Of The Death (Vers.1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang