15 November 1979, warga sipil telah kembali menempati distrik. Terhitung enam belas hari sejak kematian Kihyun. Enam belas hari yang lalu, hujan lebat turun dalam waktu yang cukup lama hingga mampu mematikan api yang melahap distrik. Pihak militer pun benar-benar ditarik mundur. Dan kini aktivitas militer di sana hanyalah untuk perbaikan distrik. Membantu para warga untuk membangun pemukiman mereka kembali.
Semua kembali normal namun lebih damai. Semua kembali pada keluarga masing-masing meski tak sedikit dari mereka yang harus menelan kepahitan karena kehilangan orang terkasih. Para pemuda Distrik 1 kembali ke Distrik 1. Begitupun dengan para pemuda Distrik 9.
Sore itu, ketika cahaya matahari mulai meredup. Enam pemuda itu berdiri di atas karang yang terhubung langsung dengan laut lepas. Pakaian serba putih yang terlihat lebih bersih dengan satu orang memeluk sebuah guci tempat penyimpanan abu. Memandang ke lautan lepas, menyaksikan ombak yang menggulung sebelum menabrak karang tempat mereka berdiri.
Terasa sangat hening, namun semua terasa lebih damai ketika perjuangan mereka telah menemui akhir yang bahagia. Setelah puas dengan keheningan di sana, Hyunwoo sebagai kakak tertua lantas berucap, "kita antarkan Kihyun sekarang."
Minhyuk yang berdiri di tengah lantas menghampiri Changkyun yang berdiri di ujung kiri. Disodorkannya guci di tangannya ke hadapan Changkyun lalu berucap, "tunjukkan jalan pulang untuk kakakmu."
"Tolong lakukan untukku," respon yang cukup mengejutkan diberikan oleh Changkyun.
Mereka sempat saling bertukar pandang, namun mengingat keadaan Changkyun sejak kepergian Kihyun, membuat mereka semua tak mampu memberikan tuntutan sekecil apapun pada pemuda itu.
Minhyuk lantas mengambil satu langkah mundur sebelum berbalik, kembali menghadap laut lepas. Meninggalkan sepatunya, Minhyuk mengambil langkah maju. Berdiri tepat di tepi karang dan membiarkan percikan air laut membasuh kakinya.
Perlahan, dengan hati-hati, Minhyuk mengangkat guci di tangannya ke udara seakan-akan apa yang berada dalam guci tersebut merupakan sesuatu yang berharga layaknya nyawanya sendiri. Dengan gerakan yang lembut, Minhyuk menuangkan abu di dalam guci itu pada lautan lepas.
Setelah enam belas hari berlalu, pada akhirnya mereka bisa mengantarkan rekan mereka ke peristirahatan terakhirnya. Jooheon mengusap sudut matanya yang berair, dan Hoseok yang berdiri di sampingnya merangkul bahunya. Memberikan si sipit seulas senyum yang kemudian berbalas.
Meski perasaan sesak itu tetap menyiksa mereka hingga detik ini, mereka sudah memutuskan untuk tidak lagi menangis. Meski mereka akan mengingkari hal itu ketika mereka saling memunggungi.
"Berbahagialah saudaraku ..." sebuah pesan yang disampaikan hati Minhyuk ketika guci di tangannya telah kosong. "Telah mengizinkan kami mengenalmu, aku ucapkan terima kasih."
Rekan-rekannya mendekat. Hyunwoo meraih bahu Changkyun, membimbing langkah pemuda itu untuk turut mendekat. Mereka kembali berdiri berjajar menghadap laut lepas, mengantarkan kepergian yang terkasih dengan perasaan yang lebih ringan dari sebelumnya.
"Aku melihat dia tersenyum di sana," gumam Jooheon dengan senyum yang terkesan dipaksakan.
"Semalam aku memimpikannya," sahut Hyunwoo.
"Mimpi apa?" tanya Jooheon dan Hoseok serempak.
Hyunwoo tersenyum geli sebelum berucap, "dia menyuruhku untuk berhenti makan, dia mengatakan bahwa aku terlalu banyak makan."
Jooheon mengarahkan pandangannya ke hamparan langit sore dengan helaan napas yang dibuat-buat. Dia kemudian berteriak, "Kihyun Hyeong ... baik-baik di sana. Makan dengan baik, tidur dengan baik. Dan juga ... carilah gadis yang lebih cantik dari Sohye. Kau mengerti ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
DISTRICT 9 : Date Of The Death (Vers.1)
Fiksi Sejarah1945, apa yang kiranya kau pikirkan ketika mendengar kata tersebut? Kemerdekaan Korea, kah? Bagaimana dengan 1948? PBB bersama Uni Soviet dan juga Amerika serikat membagi wilayah Korea menjadi dua berdasarkan garis lintang 38°. Benar, itulah yang te...