Lembar 89

109 18 10
                                    

    Kihyun terbangun dari tidurnya. Namun rasa sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat pemuda itu berpikir bahwa akan lebih baik jika ia tertidur lebih lama lagi hingga luka bakar di punggungnya mengering.

    Sedikit mengangkat kepalanya untuk mengenali tempatnya berada sekarang, pandangan Kihyun menemukan selang infus yang terhubung dengan punggung tangannya. Tidak heran jika pemuda itu merasa sedikit lebih baik dari sebelumnya.

    Mencoba untuk bangkit, Kihyun langsung tumbang dengan erangan tertahan yang membuatnya meringkuk. Saat itu Changkyun yang baru masuk tentu saja terkejut dan langsung menghampiri Kihyun. Menjatuhkan kedua kakinya di samping ranjang.

    "Hyeong ..."

    Kihyun memandang Changkyun, dan terdapat kebingungan di wajah Kihyun saat itu. "Kau?" gumam Kihyun dan otaknya mulai bekerja untuk mengingat insiden sebelumnya.

    "Hyeong berbaring saja, jangan bergerak dulu."

    Kihyun tersenyum tak percaya. "Apa aku sedang bermimpi?"

    Mendengar hal itu, pandangan Changkyun segera terjatuh. Penyesalan itu kembali menyeruak dan tak lagi ia miliki keberanian untuk berhadapan dengan Kihyun.

    "Hyeong tidak harus memaafkanku. Setelah luka Hyeong sembuh, aku akan pergi."

    Tangan lemah Kihyun bergerak untuk menggenggam punggung tangan Changkyun dan malah membuat pemuda tak berkutik.

    "Jangan beraninya kau mengulangi hal ini. Kau sudah berjanji akan kembali apapun yang terjadi, maka dari itu tepatilah janjimu."

    "Aku menjadi orang yang paling buruk. Aku tidak bisa kembali."

    "Aku ... sudah kehilangan segalanya. Setidaknya aku ingin melihat wajah satu keluargaku sebelum aku mati ... aku tidak peduli dengan ayahmu, bagiku dia hanyalah manusia berhati iblis. Kau tidak bisa memanggil orang seperti itu dengan sebutan 'Ayah' ... dia bukanlah orang yang pantas untuk mendapatkan hormatmu."

    "Aku ... sudah membunuhnya."

    Batin Kihyun tersentak. Menatap tak percaya pada pemuda di hadapannya itu. "Kenapa? Katakan alasannya padaku."

    "Aku membenci orang itu, aku benci mereka semua ..." Kepala Changkyun semakin menunduk disusul oleh isakan kecil yang kembali terdengar.

    "Jangan menangis jika itu karena aku. Aku bersyukur bahwa aku mengalami hal ini."

    "Apa yang Hyeong bicarakan?"

    "Aku ... aku tidak perlu lagi bertanya padamu. Sekarang, aku sudah tahu ... aku sudah tahu dari mana luka di punggungmu berasal. Aku tahu bagaimana perasaanmu waktu itu. Aku bersyukur bisa merasakan sakit yang sama denganmu."

    "Maafkan aku ... maafkan aku ..."

    Telapak tangan Kihyun beralih pada puncak kepala Changkyun. Meski ia sempat kecewa terhadap pemuda itu, namun Kihyun sama sekali tak memiliki rasa marah terhadap pemuda yang sudah menjadi adik kecilnya itu.

    "Tidak ... jangan menangis. Ini tidak seperti dirimu, Lim Changkyun."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DISTRICT 9 : Date Of The Death (Vers.1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang