Di dalam sel tahanan yang dingin itu tubuh Kihyun tergeletak tanpa ada sehelai kain pun yang menutupi punggungnya. Tampak luka yang masih baru dan begitu mengerikan di punggung pemuda itu. Tanpa perlu ditanya lagi, sudah bisa dipastikan bahwa pemuda itu tak baik-baik saja karena meski masih terjaga, tak banyak pergerakan yang dilakukan oleh pemuda itu.
Udara dingin dini hari menyusup melalui jendela kecil di atas kepala. Membawa tubuh Kihyun meringkuk kala udara di penghujung musim gugur itu terasa sangat menyakitkan bagi punggungnya.
Sekali lagi di malam itu, terdengar seseorang yang tengah membuka pintu sel tahanan. Namun seperti yang sudah-sudah. Kihyun sama sekali tak menunjukkan pergerakan selain hanya kelopak matanya yang terbuka dengan pelan. Menunjukkan tatapan sayu yang terlihat menyedihkan.
Terdengar langkah kaki mendekat. Bisa dirasakan oleh Kihyun bahwa seseorang tengah berdiri di samping kepalanya saat ini. Namun sayangnya ia tak lagi mampu untuk sekedar menggerakkan tangannya.
Lim Changkyun, pemuda yang baru saja membunuh ayahnya sendiri itu pada akhirnya sampai di tempat itu setelah sempat membunuh beberapa penjaga. Tatapan sayu itu menghilang. Menjadi dingin dan bahkan lebih dingin dari sebelumnya. Changkyun lantas menjatuhkan satu lututnya. Menarik pelan kedua bahu Kihyun dan meletakkan pemuda itu pada punggungnya.
Wajah Kihyun mengernyit menahan sakit, namun dengan sisa kesadaran yang masih ia miliki, ia berhasil mengenali sosok yang kini menggendongnya dan membawanya meninggalkan tempat itu.
"Lim Changkyun? Kenapa?" suara lemah itu terdengar tepat di samping telinga Changkyun ketika Kihyun menaruh dagunya dengan pasrah di bahu Changkyun.
Tak mendapatkan respon dari Changkyun. Kihyun kembali berucap dengan suara yang lebih lirih, "kau ... tidak boleh seperti ini. Pergilah ... sampai aku mati sekalipun, aku ... tidak rela jika tinggal di sini. Sekarang pergilah ..."
"Mohon jangan berbicara lagi," kalimat yang terucap dengan formal itu lantas keluar dari mulut Changkyun dan sedikit mengejutkan Kihyun yang tak mampu menunjukkan reaksi apapun selain kesakitan.
Seulas senyum tipis menyedihkan terlihat di wajah pucat Kihyun. Kelopak mata itu perlahan kembali menutup, membimbing lisannya untuk kembali berucap.
"Aku ... kecewa padamu, Lim Changkyun." Satu tetes air mata kembali meloloskan diri dari salah satu sudut mata Kihyun.
Dini hari itu Changkyun membawa Kihyun menyusuri pintu rahasia. Dan setelah perjalanan yang cukup panjang serta beberapa kali mengambil waktu istirahat. Changkyun menapakkan kakinya di Bukit terlarang tanpa melewati pemukiman Distrik 9 terlebih dulu.
Tak lagi bisa ia rasakan lelah meski telah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Di ujung timur, garis cahaya itu mulai terbentuk. Menandakan bahwa hari benar-benar telah berganti. Saat itu Changkyun berhasil menjangkau gubuk, tempat rahasia mereka yang sudah diketahui banyak orang.
Changkyun menurunkan Kihyun dengan hati-hati dan membaringkan Kihyun dalam posisi tengkurap, mengingat luka di punggung Kihyun yang masih baru. Sedangkan Kihyun sendiri sudah tertidur sejak sebelum keduanya menginjakkan kaki di wilayah Distrik 9.
Changkyun pergi ke sudut lain dan kembali membawa selimut yang kemudian ia gunakan untuk menyelimuti Kihyun hingga sebatas area di bawa luka itu. Setelah itu, pemuda itu duduk di bawah. Memperhatikan wajah kesakitan Kihyun yang semakin memperburuk suasana hatinya.
Tampak menggigil. Changkyun kemudian meraih telapak tangan Kihyun dan menggenggamnya. Mencoba memberikan sedikit kehangatan yang mungkin akan sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISTRICT 9 : Date Of The Death (Vers.1)
Historical Fiction1945, apa yang kiranya kau pikirkan ketika mendengar kata tersebut? Kemerdekaan Korea, kah? Bagaimana dengan 1948? PBB bersama Uni Soviet dan juga Amerika serikat membagi wilayah Korea menjadi dua berdasarkan garis lintang 38°. Benar, itulah yang te...