Lembar 96

92 17 1
                                    

    Fajar menyingsing, membangunkan beberapa orang dari sekumpulan aktivis yang belum lama terlelap. Kihyun berdiri di atap gedung Kantor Kepala Distrik, memandang jauh ke arah Bukit terlarang. Dan samar-samar ia bisa melihat kain putih yang berkibar di atas puncak Bukit terlarang.

    Minho datang menghampiri dari arah belakang. "Senior," tegur Minho yang membuat Kihyun berbalik.

    Minho sekilas memandang kain putih dengan simbol silang yang dikibarkan di atap gedung itu. Tak terlalu peduli dan kembali memandang Kihyun. "Aku dan Changbin berencana untuk pergi mencari mereka."

    "Tidak perlu, mereka sudah sampai di Bukit terlarang dengan selamat."

    "Dari mana Senior tahu?"

    Kihyun kembali mengarahkan pandangannya pada Bukit terlarang. "Changkyun sudah mengibarkan kain itu di sana."

    Minho memandang ke arah Bukit terlarang. Netra pemuda itu memicing guna menemukan sesuatu yang dimaksud oleh Kihyun, dan setelah menemukannya, Minho kembali memandang Kihyun.

    "Apa yang akan kita lakukan setelah ini?"

    "Buat pertahanan. Mereka pasti sedang merencanakan serangan balik. Bagaimanapun kita tidak akan bisa menang jika menyerang secara langsung. Satu-satunya cara adalah bertahan."

    "Hyeong ..." suara lantang dari bawah yang berhasil menginterupsi keduanya.

    Mereka menepi dan mendapati Jooheon berdiri di depan Kantor Kepala Distrik, tentunya dengan senjata di tangannya.

    "Kami akan melakukan patroli, tiga tembakan ke langit berarti kita dalam bahaya."

    "Berhati-hatilah, mereka mungkin masih di sekitar sini."

    Jooheon mengangkat tangan kirinya sebagai isyarat bahwa dia mengerti. Si sipit itu memandang ke arah ia datang sebelumnya dan melihat Yongbok dan Hyunjin yang datang menyusul.

    "Cepat sedikit jalannya, kenapa kalian lemas sekali? Ini adalah medan perang," tegur Jooheon dengan nada bicara yang sama sekali tak berubah.

    Hyunjin lantas mengeluh, "aku kelaparan, mana bisa aku bekerja saat perutku kosong."

    "Tidak ada makanan dalam medan perang, kau makan saja temanmu itu untuk bertahan hidup," acuh Jooheon.

    "Sebenarnya di mana orang itu menaruh otaknya?" gerutu Yongbok sebelum mereka berdiri berhadapan.

    Hyunjin mendongak ketika menyadari ada sesuatu yang berbeda. Kihyun dan Minho sudah tak terlihat, namun yang menjadi pusat perhatian Hyunjin adalah kain putih yang dikibarkan di atas gedung itu.

    "Apa itu?"

    Semua orang serempak mendongak. Jooheon kemudian berucap, "diam saja jika tidak tahu. Bukankah itu terlihat keren?" Menyunggingkan senyumnya, Jooheon lantas melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.

    Keempat pemuda itu memeriksa area sekitar. Tak banyak bicara, mereka memilih diam agar kedatangan mereka tak disadari oleh orang-orang yang kemungkinan masih menetap di sana.

    Berjalan ke timur, langkah mereka terhenti ketika menemukan puluhan perwira tergeletak di tanah dengan tubuh yang memucat. Jooheon mengangkat tangan kirinya di samping bahu dan berucap dengan pelan, "tetap waspada."

    "Sepertinya mereka semua sudah tewas," gumam Yongbok.

    Hyunjin menyahut, "mungkinkah mereka menghirup asap dari bunga beracun itu?"

    Jooheon menjawab, "itu sudah pasti, tapi tidak ada jaminan bahwa mereka benar-benar mati."

    Kedua pemuda itu kaget dan Jooheon kembali berucap, "periksa mereka. Jika masih ada yang hidup, bunuh saja."

DISTRICT 9 : Date Of The Death (Vers.1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang