Lima Belas

248 14 0
                                    

Nara sudah tidak kuat lagi menahan air matanya. Ia pun tidak mengerti kenapa perasaan seperti ini.

Kenapa aku menjadi gadis yang cengeng? Pikirnya.

Ia sudah tak peduli lagi. Sudah banyak teman-temannya yang sedari tadi memperhatikan Nara.

"Raa kenapa?"

"Astaga Nara kenapa Nangis?"

"Si Nara kenapa tuhh?"

"Anara udah jangan menangis lagi"

Banyak yang bertanya ini itu. Tapi tetap saja Nara hanya diam,tak menjawab pertanyaan teman-temannya. Kemudian dia mengangkat kepalanya.

"Aku gak papa kok" ucap Nara dengan senyum terpaksa.

"Lo yakin Raa?" Tanya Fariz dan Nara oun hanya mengangguk saja.

"Kalo lo udah siap cerita, lo bisa cerita sama kita-kita Raa" ucap Agnes.

"Iya Raa" sambung Rizky.

"Gak ada apa-apa kok,aku lagi pengen nangis aja" jelas Nara.

"Udah, mending lo tenangin dulu hati lo" ujar Fia.

"Raa hidung lo bedarah Raa" ucap Vina.

Nara langsung menyentuh hidungnya. Dan benar saja,ia mimisan. Apakah sakitnya kambuh lagi?

"Ada yang punya tisu gak?" ucap Nara mencoba menstabilkan dirinya agar tidak panik.

"Nihh Raa" ucap seorang perempuan, entah siapa tidak tau karena terhalang tubuh Fariz.

Nara langsung membersihkan darah yang keluar dari hidungnya. Kenapa ini harus terjadi di sekolah? Pikirnya.

Jika sakit Nara kambuh selalu ada orang tuanya yang selalu mengobatinya. Dan disini tidak ada.

Setiap sakitnya kambuh,ia selalu menangis. Tapi untuk saat ini ia mencoba untuk tidak menangis.

Ia tidak ingin membuat teman-temannya khawatir. Ia tidak ingin merepotkan teman-temannya.

"Raa lo sakit?" tanya Fia.

"Hmm ee-nggak kok, ini cuman mimisan biasa" jawab Nara.

"Cuman mimisan biasa? Berarti sebelumnya sering?" tanya Fariz.

"Ahh enggak kok, mungkin karena aku kecapean aja" ucap Nara.

"Lo bener Raa?" tanya Agnes yang masih tidak percaya dengan jawaban Nara.

Nara hanya membalas dengan anggukan saja. Ia tidak ingin teman-temannya tau tentang sakit Nara.

Ia sekarang ingat. Sudah hampir satu minggu ia tidak meminum obatnya itu. Kenapa ia sampai lupa?

Bagaimana jika orang tuanya tau jika Nara sudah jarang meminum obatnya itu?

••••

"Ini cuman mimisan biasa?" ucap Fariz mengulang perkataan Nara.

Ia bingung dengan pikirannya ini. Apa maksud gadis itu? Kenapa dia bilang cuman mimisan biasa.

Saat ini Fariz sudah berada dirumahnya, tapi pikirannya masih saja dipenuhi dengan yang ia dengar tadi disekolah. Kalimat itu terus berbolak-balik di pikirannya.

"Kalo misal dia bilang mimisan biasa, yaa artinya mimisan itu sering terjadikan? Tapi dia bilang dia cuman kecapean" ujar Fariz sambil terus mencerna ucapan Nara tadi disekolah.

Apakah Nara sakit? Tapi sakit apa yang menyebabkan mimisan kek gitu? Batin Fariz yang kini posisi tubuhnya direbahkan dikasur dengan lengan yang ia simpan dijidatnya.

"Oke gue bakal cari tau" ucap Fariz,ia bangun dari tidurnya yang kemudian berjalan menuju meja kecil ia hendak mengambil laptopnya.

Saat sedang mengetik, seketika ia berhenti sejenak. Kenapa ia melakukan ini? Sebegitu ingin taukah ia tentang sakit Nara?

"Tunggu, kok gue malah kaya care gini sih sama Nara?" ucap Fariz sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Ahh nyet, kenapa gue jadi kaya gini" teriak Fariz.

Tuk tuk tuk

Suara ketukan pintu membuat Fariz menoleh seketika kearah pintu.

"Masuk" tukas Fariz.

"Fariz makan dulu" ucap seorang wanita parih baya, mungkin lansia lebih tepatnya.

"Gak laper" ucap singkat Fariz.

"Tapi kamu belum makan dari pagi" timpal wanita itu.

"Udah nenek keluar aja" ujar Fariz tanpa menoleh sedikitpun.

"Tap-"

"Keluar"

Mendengar ucapan Fariz rasanya hatinya hancur, ucapan  Fariz memang singkat namun terkesan seperti membentak.

Wanita itu menutup pintu kamar cucunya ini. "Maaf nenek gagal mendidik kamu".

••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang