Tujuh puluh sembilan

206 5 0
                                    

"Kata ibu lo nyuruh gue buat ngobrol berdua bareng lo. Emang mau ngomong apaan sih?" ujar Jingga dengan cengengesannya tapi tak membuat Nara tertawa sedikitpun, bahkan tersenyum pun tidak.

"Lo kenapa serius gitu liatnya?" tanya Jingga bingung.

"Anara minta maaf udah jadi adek yang gagal buat bang Jingga"

Deg!

Raut wajah Jingga berubah seketika. Ia sudah sering mendengar Nara mengucapkan ini. Tapi entahlah kali ini rasanya terasa amat sakit mendengar kalimat itu terucap lagi dari mulut adiknya ini.

"Lo gak gagal jadi adek gue. Gue sayang lo dan jangan pernah ucapin kalimat itu lagi" ucap Jingga dengan sedikit tegas.

Jingga sudah tidak tahan lagi, matanya sudah berkaca-kaca sedari tadi. Begitu pun dengan Nara, air matanya sudah berjatuhan sedari tadi. Kemudian ia menghapus air matanya, ia tidak ingin terlihat lemah dimata kakak satu satunya ini. Tapi kenyataannya saat ini dia sudah lemah.

"Kalo nanti Anara pergi, bang Jingga harus janji yah, gak boleh sedih ataupun nangis. Setidaknya kalo Anara pergi, Anara gak bakal nyusahin bang Jingga" ucap Nara berhenti.

"Bang Jingga harus janji buat ayah sama ibu bangga. Jagain juga kak Devan buat Anara hehe" ujar Nara dengan tertawa paksa.

Mendengar ucapan Nara mampu membuat Jingga bungkam. Ia tidak tau harus berkata apa. Hatinya serasa hancur mendengar ucapan Nara.

"Jingga akan selalu ada, karena senja itu ada bersamanya. Begitupun sebaliknya jika senja itu hilang, maka Jingga itu tidak akan ada" jelas Jingga dengan air mata yang sudah tak terbendung lagi.

"Bang Jingga jangan nangis ihh" timpal Nara sambil menghapus air mata Jingga.

"Pokoknya bang Jingga harus janji yah" ucap Nara lagi.

"Gue gak bisa" tukas Jingga dengan lirih.

"Anara percaya bang Jingga pasti bisa, janji dulu dong, kalo enggak nanti Anara gak bakal tenang" jelas Nara.

"Janji yah?" tanya Nara sambil mengacungkan tangannya dan menunjukan jari kelingkingnya.

Kemudian ia mengangkat tanganya dan mengautkan jari kelingkingnya dengan tangan Nara tanpa mengucapkan satu katapun. Rasanya ini begitu berat bagi Jingga. Apa maksud adiknya ini? Apakah ia akan kehilangan adiknya?

"Anara sayang bang Jingga" ujar Nara sambil memeluk Jingga.

Jingga langsung membalas pelukan adiknya itu dengan erat, sangat erat. Ia tidak ingin kehilangan Anara.

"Gue lebih sayang lo" ujar Jingga.

••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang