Enam puluh dua

193 5 0
                                    

"Kenapa lo sembunyiin semua ini Raa?" tanya Agnes matanya sudah berkaca-kaca sejak Vina menceritakan tentang obat itu.

Nara diam tak berkutik. Ia bingung apakah ia harus berterus terang saja tentang sakitnya. Apa yang akan terjadi nantinya jika mereka tau?

Apakah mereka akan menjauhi Nara

Apakah mereka akan meninggalkan Nara?

Apakah mereka akan malu mempunyai teman penyakitan seperti Nara?

"Raa jangan diem,jawab, kenapa lo sembuyiin ini semua?" tanya Reihan.

"Aku takut kalian bakal jauhin aku" ucap Nara.

"Astaga Nara, ya gak mungkinlah kita ninggalin lo, jauhin lo, saat keadaan lo kayak gini" timpal Mita.

"Kita gak mungkin ngelakuin itu Raa" ucap Vina sambil mengelus pundak Nara.

"Lo mikir kita bakal sejahat itu?" tanya Fia.

"Maksud aku buk-"

"Heyy, kita disini bakal selalu ada buat lo. Kalo lo bicara dari awal kita gak mungkin sampai mikir yang aneh-aneh tentang lo. Jangan mendem masalah sendirian Raa, cerita sama kita, biar lo tenang" jelas Fia.

"Aku takut kalian malu temenan sama aku"

"Ngapain harus malu Raa,astaga?" tanya Rizky.

"Kita semua berteman ya berteman aja. Gak mikirin orang itu gini, orang itu gitu. Intinya kalo orang itu ada buat kita, kita juga bakal ada buat dia. Dan dia itu lo Raa" jelas Vina.

"Jadi dari kapan lo berteman dengan leukimia?" tanya Reihan.

"Dari SMP kelas 8" balas Nara.

"Jadi yang waktu itu mimisan yang lo bilang mimisan biasa, karena sakit ini?" tanya Fariz.

Yapp Fariz bertanya tentang keadaan Nara. Pertanyaan Fariz membuat semuanya menoleh kepada si pemilik suara itu.

"Iya" jawab Nara singkat.

"Sama yang kemarin kemarin pingsan dan di bawa kak Devan?" tanya Agnes dan Nara hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Semangat Raa"

"Cepet sembuh"

"Lo pasti kuat Raa"

"Lo pasti sembuh Raa"

Begitulah ucapan dari teman-temannya. Nara senang sekali, ternyata teman-temannya tidak menjauhinya setelah mereka tau tentang sakitnya.

"Makasih, tapi aku gak bakal sembuh" ucap Nara dengan senyum terpaksa.

"Kok ngomong gitu?" tanya Reihan.

"Aku gak bakal sembuh Reihan, aku kena leukimia udah lama. Apa aku bakal bisa sembuh?" tanya Nara sambil menatap mata milik Reihan.

"Jangan ngomong gituh, gue tau lo kuat" ucap Reihan sambil mengacak pucuk rambut Nara.

"Iya Raa, lo harus semangat" ucap Agnes.

"Lo pasti sembuh" sambung Rina.

"Kalo lo butuh kita, bilang aja Raa. Jangan sungkan-sungkan oke" ucap Mita.

••••

Tuk,, tuk,, tuk,,,

"Masuk"

Tak lama setelah itu seorang gadis masuk kedalam kamar orang tuanya.

"Kenapa ini anak ibu kok mukanya sedih gitu" ucap wiwi.

Nara kini sudah duduk dikasur orang tuanya. Sesekali Wiwi merapihkan rambut Nara dan diselipkan kebelakang telinganya.

"Kenapa?" tanya lagi.

"Temen-temen Anara udah tau tentang penyakit Anara bu" ucap Nara sambil menunduk matanya sudah berkaca-kaca.

"Loh emangnya Anara gak ngasih tau mereka?"

"Enggak"

"Kenapa?" tanya Wiwi sambil menatap lekat mata anak gadisnya ini.

"Anara takut kalo mereka nantinya ninggalin Anara, karena malu punya temen penyakitan seperti Anara bu" balas Anara dengan lirih sambil menangis, kemudian Wiwi langsung menghapus air mata anaknya.

"Kok ngomong gituh, mereka gak bakalan ninggalin kamu de" jelas Wiwi.

"Anara hanya ngerepotin mereka, Anara hanya jadi beban buat mereka, buat ayah ibu sama bang Jingga juga" ucapnya.

Nara sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia menangis begitupun dengan ibunya.

"Husttt, anak ibu gak bikin beban kok. Kamu spesial buat ayah sama ibu begitupun bang Jingga. Pokoknya kamu harus sembuh yah, jangan lupa minum obatnya secara teratur, jangan sampai lupa lagi" jelas Wiwi.

"Kalo Anara pergi?"

Sungguh Wiwi sudah tidak kuat lagi. Terlebih dengan pertanyaan anak gadisnya ini. Hatinya serasa remuk. Ia langsung memeluk Nara dengan erat. Sangat erat.

Tuhan kuatkan anakku, buat dia sehat seperti dulu, aku tidak ingin kehilangan anak gadisku. Batin Wiwi.

••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang