Enam Puluh Tiga

193 5 0
                                    

"De cepet turun, sarapan" panggil seorang laki-laki paruh baya memanggil anak gadisnya yang masih dikamarnya.

"Bentar yah"

Tak lama kemudian Nara turun menuruni tangga, ia berjalan menuju meja makan yang kini sudah ada Wiwi, Widianto, dan juga Jingga.

"Kapan ajakin pacarmu kesini lagi?" tanya Wiwi.

Semuanya hanya diam. Bahkan Nara bingung, kepada siapa tadi ibunya bertanya. Apakah Jingga? Atau dirinya?

"Ibu nanya ke siapa?" tanya Nara dengan polos.

"Ya ke lu lah de, masa iya ke gue. Kalo ke gue, ibu pasti nanya 'kapan ajakin pacarmu kesini bang' gituh" ucap jinygga sambil menirukan gaya bicara Wiwi, membuat Wiwi terkekeh melihatnya.

"Kok Anara? Kan Anara udah gak punya pacar, orang baru juga putus gim-" ucap Nara keceplosan, ia langsung menutup rapat mulutnya.

"Baru putus?" tanya Widianto sambil menatap gadisnya.

"Ah-ehm itu yahh, aduh-"

"Lo mendadak gagap de?" tanya Jingga.

"Enggak"

"Terus itu siapa yang nungguin di depan?" tanya Wiwi.

"Di depan? Emang di depan ada siapa bu?"

"Liat aja sana"

Setelah mendengar balasan dari ibunya. Nara langsung pergi melenggang menuju teras rumahnya.

"Rupanya gadis itu sudah besar yahh"

••••

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

"Kak Devan?"

Nara kaget dengan Devan yang sedang duduk di kursi teras rumahnya. Ada apa kak Devan kesini? Batin Nara.

Yang merasa dipanggil pun menoleh, Devan langsung berdiri. Ia tersenyum melihat gadis yang sekarang berdiri dihadapannya ini.

"Kakak ngapain pagi pagi kesini?"

"Jemput kamu"

••••

Saat diperjalanan tak ada obrolan sama sekali antara Nara dan Devan. Keduanya saling diam, tidak mengerti dengan perasaan masing masing.

Kok aku jadi seneng gini sih? Batin Nara.

Kok gue jadi gugup gini deket Senja, apa gue beneran udah suka sama dia? Batin Devan.

Devan melihat wajah cantik Nara dispion motornya. Cantik, satu kata yang Devan liat sekarang.

Sungguh ia tidak bosan melihat wajah Nara. Tapi jika ia terlalu fokus dengan Nara, hal buruk akan terjadi kepada mereka berdua.

"Kak" panggil Nara. Ia mencoba mencairkan suasana dikeduanya.

"Kenapa?" jawab Devan dengan lembut.

"Kakak kok mau kerumah gak bilang dulu" tukas Nara.

"Emang kenapa gak boleh?"

"Yaa boleh aja, cuman kan kalo kak Devan bilang dulu gak jadi salah paham kayak gini" jelas Nara.

"Salah paham gimana?" tanya Devan bingung.

"Ibu sama ayah ngira kak Devan pacar aku"

Astaga.

Kalimat itu mampu membuat hati Devan senang. Tak terasa bibirnya terangkat. Sungguh ia sangat bahagia dengan pikiran orang tua Nara.

"Kok malah diem sih" tukas Nara kesal.


"Gak papa, aku suka pemikiran orang tuamu"

••••

"Raa liat deh itu si Fariz liatin lo" ucap Vina.

Fia dan Agnes langsung menoleh melihat Fariz, berbeda dengan Nara. Dia hanya diam, seolah tak peduli dengan ucapan Vina.

"Gue kira lo boong Vin, ternyata bener juga" timpal Agnes.

"Ya gak mungkin lah gue boong" tukas Vina.

Dan Nara hanya diam. Dia mengabaikan pembicaran temannya. Seketika Fia menoleh pada Nara. Ia melihat seperti tak ada niatan Nara untuk melirik Fariz.

"Raa liat deh bentar, itu si Fariz liatin lo terus" timpal Agnes.

"Udah biarin" balas Nara singkat.

"Lo kenapa Raa?" tanya Fia.

"Kenapa apanya?" tanya Nara bingung.

"Itu Fariz liatin lo, dan lo diem aja" jelas Fia.

"Ya terus aku harus gimana? Aku udah males berurusan dengan dia"

"Lo yakin Raa?" tanya Vina menatap Nara.

"Yakin lah"

"Terus kalo Fariz masih suka sama lo gimana?"

Ah shit! Pertanyaan macam apa yang diucapkan Agnes.

"Biarin" balas Nara lagi dengan singkat.

"Kok biarin sih" ucap Agnes dengan kesal.

"Agnes, kalo misal dia masih suka sama aku biarin, yang masih suka dia bukan aku. Aku gak mau nerima untuk kedua kalinya, kalo aku nerima lagi sama aja aku ngebuat luka aku bertambah" jelas Nara.

"Segitu terlukanya lo sama Fariz Raa?"

••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang