Tujuh puluh Dua

189 6 0
                                    

"Tapi saat denger dia deket sama temen sekelasnya ibu seneng banget. Untuk sebelumnya Anara gak pernah cerita soal kamu, soal hubungan kalian, bahkan Jingga pun menyembunyikan itu dari ibu dan ayah. Kita tau semua itu sendiri. Tanpa diberi tau Anara pun kita bakal tau. Semua yang bersangkutan dengan Anara kita tau. Tentang alasan kalian putus juga tau" Jelas wiwi panjang.

"Maaf" ucap Fariz.

"Untuk?" tanya Wiwi.

"Saya sudah bikin Anara kecewa" jelas Fariz.

Lagi lagi Wiwi hanya tersenyum. Ia juga tidak mengerti dengan perasaannya. Ia ingin sekali marah dengan anak laki-laki dihadapannya ini. Ia tidak terima jika anak gadis satu satunya diperlakukan seperti itu.

Namun ia mencoba tenang. Ia tidak ingin gegabah. Ia tidak ingin melukai orang yang pernah dicintai oleh anak gadisnya. Anara pasti akan kecewa kepadanya jika melukai Fariz.

"Gak papa, kalau Anara udah maafin kamu, ibu juga bakal maafin kamu" ucap Wiwi dengan hangat.

"Kita gak mungkin ngelukain kamu. Yaa awalnya ibu emang kecewa, karena kamu udah nyakitin anak ibu. Tapi bagaimanapun juga kamu orang yang pernah dicintai oleh anak gadis ibu. Kalau kita nyakitin kamu, Anara pasti akan kecewa sama kita" jelas Wiwi

"Makasih udah bikin Anara bahagia" ucap Widianto sambil mengusap pelan punggung Fariz.

"Jangan garang garang yah, ini pacar pertamanya anak gadismu" sahut Wiwi menjaili Fariz membuat ketiganya tertawa.

Fariz tidak tau kalau orang tua Nara ternyata sebaik ini padanya. Pantas saja Nara orangnya baik, keturunan orang tuanya ternyata. Ia kira orang tua Nara akan marah besar karena telah menyatiki anak gadis mereka.

Sungguh Fariz saat ini sangat bahagia. Ia dapat bersenda gurau dengan orang tua meskipun itu bukan orang tuanya. Nara amat beruntung memiliki orang tua seperti mereka. Andai saja orang tuanya sama seperti orang tua Nara. Ia pasti akan mendapatkan kasih sayang yang lebih. Tidak seperti sekarang. Ahh sudah ia tidak ingin mengingat tentang perihal itu.

"Om sama tante tau tentang keluarga saya?" tanya Fariz.

Pertanyaan Fariz membuat wiwi tersenyum. Ia sudah mengira jika anak ini akan bertanya seperti itu.

"Iya, ibu tau tentang keluargamu, tentang ayah dan ibu kamu juga ibu sama om tau" jelas Wiwi sambil mengusap halus punggung Fariz.

"Tenang aja, om sama tante gak bakal kasih tau orang lain tentang keluargamu" ujar Widianto membuat Fariz agak tenang.

"Sekarang kita berdoa aja, Fariz juga bantu kita, doain Anara supaya dia cepet sembuh dari sakitnya" ucap Wiwi.

"Ibu" panggil Fariz.

"Kenapa?" balas Wiwi sambil menatap Fariz.

"Nara pasti bisa sembuh kan?"


••••


Saat ini seorang laki-laki baru saja sampai dirumahnya. Ia baru pulang dirumah sakit. Yapp laki-laki ini adalah Fariz.

Ia merebahkan tubuhnya dikasur king size miliknya. Seketika dia mengusap gusar wajahnya. Ia tidak mengerti dengan perasaannya sekarang.

Apakah ia masih mencintai Nara?

Apa ia bener bener takut akan kehilangan Nara?

Apa ini karma untuknya karena telah menyia-nyiakan Nara?


Ternyata bener. Manusia akan merasa kehilangan apa yang dimilikinya setelah sesuatu itu tak lagi bersamanya. Terdengar lucu bukan.

"Kamu dari mana? Pulangnya kok malem" tanya Nina, neneknya Fariz.

Namun tak ada sahutan dari cucunya itu. Ia hanya terdiam sambil berbaring dikasurnya. Apa ia tidak mendengar ucapannya?

Seketika Nina kaget melihat ada bercak darah di baju Fariz. Ia langsung menghampiri Fariz dan langsung bertanya ia sangat khawatir pada cucunya ini.

"Kenapa baju kamu ada darah begini? Kamu abis dari mana?" tanya Nina dengan wajah cemas.

"Rumah sakit" balas Fariz.

"Siapa yang sakit? Kamu kecelakaan?"

"Nenek keluar aja, aku mau mandi" ucap Fariz tanpa menoleh kearah Nina.

"Tapi itu ba-"

"Fariz mandi dulu" potong Fariz, ia langsung bangun dari tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi.

Nina menatap nanar cucunya itu. Ia tidak tau apa yang membuat cucunya itu bersikap seperti itu.


••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang