Empat puluh tujuh

205 6 0
                                    

"Jingga kenapa Anara belum pulang? Ini sudah mau magrib" ucap Wiwi dengan nada khawatir karena Anara tak kunjung menampakan dirinya dirumah.

Ia belum pulang dari siang. Kemana ia? Tidak seperti biasanya dia begini.

"Jingga gak tau Bu,jingga udah nanya sama teman-temannya gak ada yang bareng sama Anara" jelas Jingga.

"Ibu takut terjadi sesuatu yang buruk dengan Anara" ujar Wiwi,ia sudah menangis sedari tadi.

"Jingga coba lacak handphone adek mu" ucap Widianto.

"Baik yahh"

Jingga menuruti perintah ayahnya. Ia melacak keberadaan Anara melalui ponsel miliknya. Semoga saja handphone itu masih bersamanya.

"Gudang sekolah?"

••••

Jingga bersama kedua orang tuanya kini sudah berada di sekolah Nara. Informasi satu-satunya yang mereka punya adalah disini,di gudang sekolah.

"Pintunya ke kunci yah" ucap Jingga.

"Kita dobrak saja"

1 2 3 brukkk
1 2 3 brukkk

Akhrinya pintu gudang terbuka. Mereka bisa melihat seorang gadis terikat disebuah kursi dengan mata tertutup, pakaian kotor serta bau menyengat yang menempel pada baju gadis ini. Gadis itu Anara,dia pingsan.

Mereka mencoba melepaskan tali yang mengikat Anara. Sungguh sangat memprihatinkan gadis malang ini.

"Ayah kita bawa Anara ke rumah sakit" ucap Wiwi.

Mereka semua pergi meninggalkan gudang itu,sekolah itu. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Anara saat ini.

Setelah mereka sampai di rumah sakit. Anara langsung dimasukan keruang UGD. Semoga ia baik baik saja.

Satu jam kemudian doktek memberitahu jika Anara sudah sadar. Mereka semua langsung masuk keruangan Nara. Melihat keadaan gadis mereka.

"Anara apa yang kamu rasakan sayang?" tanya Wiwi dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Anara gapapa bu" balas Nara.

"Siapa yang ngelakuin ini sama lo de?" batin jingga.

••••

Keesokan harinya, kejadian tentang Anara disekap di gudang menjadi trending topi di sekolah ini.

Mereka tau siapa pelakunya dan karena apa alasannya. Mereka juga tidak menyangka jika Mirna akan senekat itu. Bahkan Mirna di DO sekolah dan antek-anteknya hanya di scorsing satu minggu.

Ada cctv yang terpasang disekitar area gudang sekolah. Itu yang menjadi bukti mutlak Mirna telah melakukan kekerasan pada Nara.

Flashback off!

Teman-temannya hanya melongo, tak percaya dengan hal seburuk itu pernah menimpa Nara.

"Setelah kak Mirna di DO,ibu minta aku buat pindah sekolah. Aku sekolah disana belum juga dua minggu,harus sudah pindah. Dan waktu aku lulus SMP saat milih sekolah ini,awalnya orang tua aku menolak. Mereka gak mau kejadian itu terulang lagi" jelas Nara berhenti sesekali ia mengusap air mata yang membasahi pipinya.

"Tapi aku tetep ngeyakinin mereka untuk tetap sekolah disini dengan ide aku, bang Jingga gak boleh nganggap aku sebagai adek, bang Jingga harus bersikap seolah gak kenal sama aku, setelah itu mereka menyetujui ide konyol aku" jelas Nara dengan tertawa paksanya.

"Tiga bulan pertama baik-baik aja,karena bang Jingga pergi pkl. Tapi saat aku pacaran dengan Fariz, tugas pkl bang Jingga sudah selesai. Makin sini makin runyam,aku berusaha untuk menjauhi bang Jingga dan teman-temannya, supaya gak ada yang berfikir aneh-aneh. Apalagi saat itu aku pacaran dengan Fariz, aku gak mau dia salah paham" jelas Nara.

Teman-temannya hanya diam dan memperlihatkan apa yang Nara ucapkan. Sungguh mereka tidak menyangka ada orang seperti Nara. Bahkan ia rela menjauhi kakak kandungnya sendiri, karena ia tak ingin Fariz salah paham.

"Tapi mungkin memang benar, sepandai-pandainya orang menyembunyikan bangkai,akan tercium juga. Dan sekarang kalian juga sudah tau siapa aku,siapa bang jingga" jelas Nara dengan senyum terpaksa.

Ia menoleh kepada teman-teman di sekelilingnya. Mata mereka berkaca-kaca. Tidak perempuan tidak laki-laki, sama saja.

"Kalian nangis?" tanya Nara.

"Sorry Raa,gue gak tau kalo dia abang lo" ucap Agnes.

"Gapapa"

"Maaf kalo kita pernah ikut sepemikiran dengan Fariz"

"Gapapa aku maafin"

"Kenapa sih ada orang sesabar lo Raa?"



••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang