Enam puluh sembilan

191 7 0
                                    

"Kamu sering kesini?" tanya Nara.

"Enggak juga, rumah tua ini peninggalan dari kakek. Tempat ini biasa kakek gunakan untuk kerja, tapi udah lama gak pernah dikunjungin" jelas Fariz.

"Emang gak ada yang ngehuni?"

"Enggak, tapi suka ada yang bersih bersih tiap hari dirumah ini, dia suruhannya kakek buat ngebersihin rumah ini bahkan sebelum kakek meninggal" jelas Fariz membuat Nara menganggukan kepalanya.

"Suka gak tempatnya?" tanya Fariz.

"Iya aku suka tempat ini, adem banget" ucap Nara membuat Fariz terkekeh ia sangat gemas dengan tingkah Nara, ia langsung mengelus pelan rambut Nara.

"Baguslah, aku kira kamu gak bakal suka" sahut Fariz.

"Mau ketempat selanjutnya gak?" tanya Fariz.

"Kemana?"

"Udah nanti juga bakal tau, aku simpen gelas ini dulu" ujar Fariz kemudian masuk kedalam rumah.

Dan kembali dengan senyuman terpancar dibibir laki-laki ini. Ia menggenggam tangan Nara dengan erat, sangat erat.

"Are you ready my girlfriend?"

••••

Suara ombak terdengar jelas dipendengaran Nara. Yapp saat ini Fariz membawa Nara kepantai. Hembusan angin terus menerpa wajah cantik Nara, namun wajah cantik itu kini sudah mulai agak sedikit pucat.

Ia sudah lama tidak pergi kepantai. Terakhir kali ia mendatangi pantai saat dirinya belum terkena leukimia, ahh sudah ini waktunya untuk bersenang-senang. Ia ingin menjernihkan pikirannya.

"Benar lagi sunset nih, untung kita gak terlambat yah" ucap Fariz.

"Iya"

"Seneng gak aku bawa kesini?" tanya Fariz.

"Iya aku seneng banget" ucap Nara dengan antusias.

"Kayaknya kamu bahagia banget"

"Iya aku bahagia, bahkan perasaan bahagia ini gak pernah aku rasain saat waktu pacaran sama kamu" ucap Nara membuat Fariz terdiam.

"Ahh aku lupa, bahkan sewaktu kita pacaran, kita gak pernah melakukan hal semacam ini" lanjut Nara.

"Maaf" ucap Fariz dengan lirih.

"Untuk?"

"Semua perbuatan aku" jelas Fariz.

"Gak usah ngebahas itu, aku udah maafin kamu dari dulu" ujar Nara sambil tersenyum.

"Raa" panggil Fariz.

"Iya"

"Jangan berhenti tersenyum, aku suka itu" sahut Fariz.

"Nanti juga bakal berhenti sendiri".

Kemudian keduanya diam. Menikmati hembusan-hembusan angin yang terus menerwa wajah mereka. Langit sudah memulai agak kekuning-kuningan. Sebentar lagi sunset, akhirnya aku bisa melihat kembaranku lagi, batin Nara.

"Raa apa masih ada kesempatan buat aku?"

"Untuk?" tanya Nara.

"Aku mau memperbaikin semua perbuatan aku" jelas Fariz.

"Ini bukan lagi waktunya untuk memperbaiki, semuanya udah selesai semenjak kejadian itu, dan sekarang udah gak bisa dibalik lagi seperti dulu" jelas Nara.

"Masih ingat gak iz? Dulu saat kamu pertama kali minta putus, kamu bilang "ini semua salah aku makanya aku mutusin kamu" kamu sadar kalo itu salah, tapi kenapa kamu lakuin?"

"Ingat gak? Sebelum semuanya terbongkar tentang kamu deket dengan wanita itu, aku kasih kamu kesempatan kedua, itu kesempatan kedua yang aku kasih buat kamu, aku kira kamu bakal serius dengan kesempatan itu, ternyata semuanya diluar ekspetasi aku" ucap Nara panjang, sesekali ia tersenyum paksa.

"Aku udah kelewatan yah kecewain kamu?" tanya Fariz.

"Tanya dirimu, tanya hatimu, apa perbuatan kamu masih pantes buat dikasih kesempatan lagi?" tanya Nara dengan lembut.

"Aku pikir ini udah saatnya kita selesaikan semua ini"



••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang