Lima puluh sembilan

188 6 0
                                    

Saat ini seorang gadis masih tak sadarkan diri. Darah yang mengalir dihidungnya sudah dibersihkan oleh laki-laki yang tadi menggendongnya.

Dia adalah Devan. Sedari tadi Devan terus menjaga Nara, ia ingin menemani Nara sampai Nara sadar.

Ia terus menatap wajah gadis ini. Cantik, batin Devan. Sesekali ia mengusap lembut pucuk rambut gadis itu.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan gadis ini? Apakah ia sakit?

Devan terus saja menatap gadis ini. Sungguh ia tidak bosan melakukannya, gadis ini memang sangat cantik baginya.

Sesekali ia menyadari dibalik wajah cantiknya ini, dia agak sedikit pucat. Tapi itu tidak mengurangi kadar cantiknya di mata Devan.

Tangan kirinya tak henti mengusap pucuk rambut Nara, tangan kanannya beralih menggenggam tangan Nara. Seolah ia memberi kekuatan pada Nara.

Sial, apakah dia sudah benar-benar mencintai Nara?

Tak lama kemudian Nara bangun. Nara sadar dari pingsannya. Ia melihat sekeliling ruangan ini. Seperti orang bingung.

"Kita di UKS, tadi kamu pingsan" ujar Devan.

"Kok kak Devan disini?"

"Teman-temanmu kembali ke kelas. Kamu sendirian, mana mungkin aku biarin orang pingsan sendirian di UKS" Jelas Devan.

"Ohh, kenapa kak Devan tau aku di UKS?"

••••

"Masih pusing?" tanya Devan.

"Agak mendingan"

"Cepet sembuh" ucap Devan dengan senyum tulus sembari mengelus pucuk rambut Nara.

Dua kata yang sangat berefek bagi Nara
'Cepat sembuh'. Ahhh sepertinya Devan memberinya kekuatan.

Sedari tadi tangan Nara masih di genggam oleh Devan. Apakah Devan tidak sadar jika tangannya terus menggenggam tangan Nara.

Entahlah Nara tidak peduli dengan itu. Yang jelas saat ini ia sangat bahagia, ia membalas genggaman tangan Devan. Seperti tak ingin di lepas.

"Tadi teman kamu bilang, nanti abang kamu akan kesini" jelas Devan.

"Iya kak" balas Nara.

"Kamu punya kakak sekolah disini juga?" tanya Devan dengan posisi mereka yang tetap sama. Saling menggenggam.

"Iya, dia kelas XII TKRO 2" jawab Nara.

"Siapa namanya?" tanya Devan.

Saat hendak menjawab pertanyaan Devan. Mereka kaget dengan seorang laki-laki yang baru saja masuk tanpa sepengetahuan mereka. Dia adalah Jingga, kakaknya Nara.

Mereka berdua langsung melepaskan genggaman tangan mereka. Sial kenapa aku tidak mendengar pintu UKS terbuka? batin Nara.

"Lo gak papa de?" tanya Jingga langsung menghampiti Nara dengan raut muka yang khawatir.

"Gak papa"

"Kenapa bisa kaya gini?" tanya Jingga.

"Ekhemm,, maaf sepertinya say-" ucapan Devan langsung dipotong oleh Jingga.

"Gak papa, lo disini aja"

"Anara udah bilang bang, Anara gak papa" jelas Nara.

"Lo gak minum obat itu teratur lagi yah?" tanya Jingga dengan memberi tatapan tajam kepada Nara.

"Anara minum obat itu secara teratur atau tidak, gak akan ngebuat Anara sembuh. Anara pasti pergi bang, jadi percuma juga Anara minum obat itu"

••••


Devan POV!

"Anara minum obat itu secara teratur atau tidak, gak akan ngebuat Anara sembuh. Anara pasti pergi bang, jadi percuma juga Anara minum obat itu" Jelas Nara.

Apa yang di maksud gadis itu? Apakah Senja sakit?

Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, minum obat secara teratur gak akan ngebuat Anara sembuh? Anara pasti pergi? Batinku.

Apa maksudnya? Sungguh aku tidak mengerti dengan obrolan mereka. Tapi sepertinya Senja sakit. Apakah sakitnya separah itu?

Kulihat Senja menangis dalam pelukan kakaknya. Aku terus mendengarkan oborolan mereka. Walau aku tak mengerti maksud dari obrolan itu.

"Hustt, gak boleh ngomong gituh. Lo pasti sembuh" ujar Jingga sambil menarik Senja dalam dekapannya.

Sepertinya Jingga memberi kekuatan kepada Senja.

"Anara takut bang?" ucap Senja dengan lirih.

"Jangan takut, kamu pasti kuat" tukas Jingga.

"Tetep bang, Anara takut. Sangat takut" timpal Nara.

"Jangan takut lagi, sekarang ada gue dan Devan yang bakal jagain lo"

••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang