Enam Puluh Lima

222 5 0
                                    

Satu bulan kemudian,,,,

"Ibu Anara mau pulang" keluh Nara.

Kalimat itu sudah sering diucapkan Nara untuk satu bulan terakhir ini. Pasalnya akhir akhir ini ia sering keluar masuk rumah sakit.

Penyakitnya kambuh lagi, entah untuk yang keberapa kalinya. Ia tidak tau. Malas baginya mengitung berapa kali keluar masuk rumah sakit.

"Nanti sayang, kalau kamu udah sembuh" timpal Wiwi sambil mengusap halus rambut Nara.

"Ibu Anara udah bilang Anara gak bakal sembuh. Anara mau pulang aja,  Anara mau ketemu bang Jingga"

"Nanti ibu suruh abang kesini"

"Enggak ibu, Anara mau ketemunya dirumah bukan disini. Ibu plis Anara mohon yah, Anara mau pulang aja" pinta Nara.

"Asal kamu janji, nanti kalau udah pulang jangan ngelakuin hal yang membuat kamu cape" ujar Wiwi.

"Iya Anara janji" balasnya dengan senyum mengembang.

"Yasudah ibu telpon ayah dulu"

••••

Keesokan harinya Nara langsung pergi sekolah. Dan saat bertemu dengan teman-temannya, mereka langsung menanyakan kabar dirinya.

Seperti orang yang memperihatinkan, banyak orang yang kasihan terhadapnya. Dan memang dia pastas untuk dikasihani, bahkan butuh dikasihani, batin Nara.

"Pokonya setelah ini lo gak boleh kecapen, kalau lo lapar mau jajan tenang, ada Vina yang siap jadi babu lo" ucap Agnes dengan semyum jailnya.

"Ishh lu yah, enak aja panggil gue babu" timpal Vina membuat ia di tertawakan oleh sahabat- sahabatnya.

"Kalo lo ada sesuatu bilang aja Raa, gak usah sungkan. Tapi ya gak perlu panggil babu juga bisa kan?" ucap Vina.

"Iya, tenang aja. Aku gak bakal ngerepotin kalian kok. Lagi pula aku gak mungkin terus bareng kalian" ucap Nara dengan tatapan kosong.

Ketiga sahabatnya dibuat bungkan oleh Nara. Mereka bingung jika Nara sudah bicara hal seperti ini. Sungguh mereka tidak ingin kehilangan sahabat seperti Nara.

"Lo apa apaan sih ngomong begituan, kan dari dulu juga udah gue bilang jangan ngomong gituh, gue gak suka Raa" ucap Fia dengan ketus.

"Jangan ngomong kaya gitu lagi. Kita gak mau kehilangan lo Raa" ucap Fia dengan lembuh.

Ketiganya langsung memeluk Nara. Memberi sahabatnya ini kekuatan untuk tetap hidup. Lagi pula siapa yang tau tentang ajal? Hanya Tuhan yang tau itu.

Apa aku masih bisa terus bareng sama kalian? Batin Nara.

••••

Setelah pulang sekolah Nara dihampiri Fariz. Ketiga sahabatnya sudah pulang lebih dulu. Entahlah ia jiga bingung ada apa Fariz menemuinya lagi.

Lagi pula walaupun mereka satu kelas, setelah kejadian Nara meminta Fariz untuk memutuskannya. Mereka berdua sudah jarang berkomunikasi.

"Raa bisa minta waktunya sebentar?" tanya Fariz sambil menatap Nara.

Tak ada sahutan dari gadis dihadapannya ini. Ia hanya berdehem sambil memutar bola matanya sebagai balasan ucapan Fariz tadi.

"Ayo duduk dulu" ajak Fariz, sambil menarik tangan Nara untuk duduk.

Dan kini hanya mereka berdua di dalam kelas. Berdua. Dua orang yang yang dulunya saling mencintai, saling memperjuangkan, saling menguatkan. Dan itu semua terjadi sebelum ada salah satu diantaranya memilih tujuan yang berbeda.

"Kamu gak ada acarakan setelah ini, atau semisal kamu dijemput kak Devan?" tanya Fariz.

"Enggak" balas Nara singkat.

Setelah itu keduanya saling diam, tak ada obrolan. Keduanya merasakan kecanggungan yang mereka rasakan sekarang.

Mereka juga bingung, ternyata tuhan mampu membuat mereka akrab, bahkan saling sayang, saling tidak ingin kehilangan satu sama lain, sebelum semunya berubah menjadi secanggung ini.

Pernah sedekat desember ke januari sebelum sejauh januari ke desember, batin Nara.

Nara sadar jika sedari tadi Fariz terus menatapnya. Ia mencoba mengabaikan Fariz. Dulu tatapan itu yang paling ia inginkan, sebelum semunya berbalik ke keadaan awal saat pertama meraka bertemu. Asing.

"Maafin gue Raa" ucap Fariz dengan lirihm

Ucapan itu mampu membuat Nara menoleh kepada pemilik suara tadi. Nara melihat mata Fariz mulai berkaca-kaca. Entahlah ia juga tidak mengerti.

"Gue minta maaf untuk kejadian itu. Gue tau gue tolol Raa, bodoh. Bener kata lo waktu itu, lo gak salah pernah ejek gue cowok tertolol, gue minta maaf. Gue gak tau harus ngapain lagi,yang jelas gue ngerasa bersalah banget" ucap Fariz tanpa ia sadari ia menggenggam tangan Nara dan Nara pun hanya diam.

"Gue tau kesalahan gue fatal, sangat fatal. Gue gak mikirin orang yang jaga perasaanya buat gue,dan gue malah sia-siain dia. Gue gak sadar kalau ada banyak laki-laki yang ingin milikin lo,dan lo tetep milih gue,dan dengan bodohnya lagi gue malah pilih cewek lain. Gue gak tau kalau selama ini lo sakit, dengan pintarnya lo nutupin tentang sakit lo hanya karena lo gak mau nyusahin orang-orang" ucap Fariz berhenti, ia tetap menatap lekat mata buat milik Nara.


••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang