Enam Belas

245 14 0
                                    

Malam ini hujan turun lumayan deras. Seakan-akan mengerti perasaan seorang gadis yang sedari tadi melamun.

Entahlah apa yang ada dipikirannya. Rasannya ia tidak mengerti, bahkan ia berharap kejadian tadi tak pernah terjadi dalam dirinya.

Kenapa Herdi berubah? Dulu dia bersikap seolah dia yang paling istimewa. Nyatanya itu tak berlangsung lama.

Kenyataan pahit yang Nara terima sekarang. Herdi dekat dengan wanita lain.

Tapi apa haknya? ia tak rela jika Herdi dekat wanita lain. Lagi pula ia tidak ada hubungan apa-apa.

Rasanya hilang selera Nara untuk menaruh harapan lebih kepada seseorang,yang belum pasti.

Tanpa Nara sadari ada seorang wanita paruh baya,sedang memperhatikannya di ambang pintu.

Ia tidak mendengar jika ibunya itu sudah menetuk pintu. Karena tak ada sahutan,ia pun masuk saja.

Wanita paruh baya itu menghampiri anak gadisnya ini.

"Anara kenapa?" tanya Wiwi sambil mengelus rambut Nara.

Sontak membuat Nara kaget, lamunannya pun buyar seketika. Gadis itu menoleh pada ibunya.

"Gak papa bu" ucap Nara.

"Yakin?" tanyanya lagi.

Nara hanya membalas dengan anggukan saja. Kemudian ia beralih untuk memeluk ibunya.

Pandangan Wiwi beralih sana sini memperhatikan isi dari kamar gadisnya ini. Kemudian pandangannya tertuju pada satu benda yang tersimpan di atas meja belajar. Ia berdiri hendak mengambil benda itu.

"Sudah berapa hari kamu tidak minum obatmu de?" tanya Wiwi dengan memengang obat Nara.

Nara hanya diam,kenapa dia lupa menyimpan obat itu. Ia sudah mengira jika ia bakalan ketahuan.

"Jawab ibu, udah berapa hari kamu gak minum obatmu?" tanyanya lagi.

"Hampir seminggu" ucap Nara,ia hanya menunduk ia tau ibunya sedang kecewa.

"Kenapa kamu tidak meminumnya?"

Nara tidak menjawab dia diam sejenak. Saat hendak menjawab tiba-tiba pintu kamar Nara terbuka.

"Ada apa ini?" tanya Widianto menghampiri gadisnya.

"Anara sudah seminggu tidak minum obatnya yah" jelas Wiwi yang kemudian memberikan satu botol kecil berisi obat yang masih penuh.

"Kenapa tidak diminum de?" tanya ayahnya.

"Anara rasa percuma jika terus minum obat itu"

"Apa maksud mu sayang?" tanya Wiwi.

"Anara rasa, itu gak ada pengaruhnya buat Anara. Dengan Anara minum obat itu tak membuat Anara sembuh. Anara pasti akan pergi"

"Heyy jangan bicara seperti itu,kita percaya kamu pasti sembuh sayang" ucap Wiwi, sudah sedari tadi ia menangis.

"Kita bakalan usahain yang terbaik buat kamu. Bantu ayah ibu dengan kamu meminum obat itu" pinta ayahnya.

"Kapan terakhir kamu mimisan?" tanya Wiwi.

"Tadi siang disekolah"

Wiwi yang mendengar itupun semakin menangis. Ia takut sakit anaknya kambuh lagi. Ia tidak ingin kehilangan anak gadis satu-satunya ini.

"Ayah harap kamu jangan cerobah lagi. Minum obatnya. Ayah dan ibu ingin kamu sembuh de. Ayah gak mau kehilangan gadis ayah" ucap Widianto dengan mata yang mulai berkaca-kaca namun dengan nada bicara yang tegas.

"Maafin Anara Buu Yahh,maaf. Anara akan usahain supaya gak lupa minum obat itu, maaf udah bikin ayah dan ibu nangis" jelas Nara.

"Gak papa sayang. Asalkan kamu minum obat itu secara teratur,ibu sudah senang" ucap Wiwi yang kemudian memeluk Nara.

Ahh rasanya ia tidak pernah menjadi dewasa di mata orang tuanya ini.






••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang