Empat Puluh Sembilan

213 4 1
                                    

Kringggg,,,,

Bunyi bel istirahat terdengar jelas ditelinga setiap murid. Akhirnya yang ditunggu-tungga tiba juga.

Semua murid berhamburan keluar dari kelasnya untuk menuju kantin,mengisi perut mereka yang sudah berbunyi sedari tadi.

Seperti Nara sekarang. Saat ini ia sudah berada di kantin bersama dengan Agnes, Fia, Vina, dan Rizky.

Mereka semua menikmati makanan yang mereka pesan tadi. Saat sedang menikmati makanan, tiba-tiba ada seseorang laki-laki yang menghampiri mereka berlima.

"Boleh ikut duduk?" tanya laki-laki itu. Dia adalah Devan, yapp Devan Hendinata.

"Boleh kak" jawab Vina dengan semangat.

Devan kemudian duduk disamping Nara. Nara yang tau kehadiran Devan hanya tersenyum canggung saja.

Pasalnya ia baru melihat Devan, setelah beberapa bulan ini tidak ketemu. Padahal mereka satu sekolah. Entahlah Nara pun tidak mengerti, yang jelas Allah yang sudah mengatur semuanya.

"Kakak sendirian aja?" tanya Rizky.

"Iya" balasnya singkat.

Dan yang lainnyapun hanya membalas dengan anggukan saja.

"Ini buat kamu" ucap Devan sembari memberikan sebuah kotak berwarna orange kepada Nara.

Kemudian Devan berdiri dari duduknya dan melangkahkan kaki dari tempat itu.

Baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ia berhenti.

"Bukanya dirumah aja" ucapnya lagi kemudian langsung melenggang pergi meninggalkan mereka berlima.

"Ciee yang di kasih hadiah sama kakak kelas" goda Agnes dengan senyum jailnya.

"Kek nya ada yang lagi deket tapi gak cerita cerita nih" sindir Vina.

"Kalian apaan sih,aku enggak ada hubungan apa-apa sama dia" jelas Nara.

"Belum ada Raa,bukan enggak ada" timpal Rizky.

Mereka berlima terus menggona Nara. Pasalnya mereka tau jika Nara sudah blushing saat ini.

"Terus hubungan lo sama Fariz gimana?"

••••

"Raa gue duluan yah, ada yang nungguin soalnya" ucap Tina dengan terburu buru.

"Iya, ini tinggal diberesin dikit lagi, kalo mau duluan gak papa Tin" balas Nara.

"Oke,maaf ya Raa"

"Iya,hati-hati"

Tina langsung melenggang pergi meninggalkan Nara sendirian di kelasnya.

Semua teman-temannya sudah pulang sedari tadi. Begitupun dengan Agnes, Fia, dan Vina.

"Beres juga"

Ia menutup pintu kelasnya. Kemudian berjalan menuju tangga. Sekolahnya sangat sepi, hanya ada beberapa murid yang masih disini. Mungkin itu anak-anak osis, pikir Nara.

Sesekali ia melihat jam tangannya,saat hendak menuruni tangga. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

"Raa"

Orang yang dipanggil pun menoleh. Ia memutar badannya untuk melihat siapa orang yang tadi memangginya.

Sontak Nara kaget melihat siapa orang itu. Ia mencoba mengatur emosinya supaya tidak naik lagi.

Sungguh saat ini ia ingin segera pergi dihadapan laki-laki ini. Tanpa ia sadari matanya mulai berkaca-kaca.

Ia membalikan badan berjalan menuju tangga. Tapi seseorang itu malah menarik tangannya.

"Raa sebentar aja"

Namun tetap saja Nara terus mencoba pergi melepaskan dirinya dari laki-laki ini.

Ia menepis dengan kasar tangan laki-laki yang tadi menarik tangannya ini.

Dan akhirnya ia terlepas juga dari laki-laki tadi. Saat ini ia sudah sampai parkiran.

Untungnya tidak ada orang disana. Nara menangis, sungguh ia muak dengan kejadian tadi.

Kenapa dia ada disana? Nara kira laki-laki itu sudah pulang.

Apa maksudnya menemuinya dengan keadaan sepi seperti ini?

Rasanya aneh sekali saat laki-laki itu menemuinya kembali. Apalagi dalam situasi seperti ini. Nara berpikir jika dengan hal baru saja terjadi mampu membuat dirinya menjadi seperti ini, bagaimana nantinya saat ia latihan pensi dengan pria itu?


••••




Disisi lain,laki-laki ini hanya bisa melihat punggung gadis itu melenggang pergi menjauh darinya.

Setakut itukah dia sekarang berada di sampingnya?

Sekecewa itukah gadis itu kepada dirinya?

Sebesar itukah kesalahannya sampai membuat gadisnya berubah seperti itu?

Ia sadar gadis itu berubah karena dirinya.

"Gue minta maaf Raa" ucapnya dengan lirih.




••••

Anara[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang