Dengan segelas kopi hangat yang berada ditangannya, ia lalu duduk di atas rerumputan sambil menghadap matahari yang sebentar lagi akan bersembunyi di belakang gedung pencakar langit yang ada di belakangnya. Sekarang baru pukul setengah 4 sore, tapi Yerin sudah kembali dari pekerjaannya. Seharusnya dia akan pulang pukul 5 nanti. Dengan bersila di lantai, Yerin meneguk kopinya sedikit demi sedikit. Sudah jadi kebiasaan bagi Yerin saat pulang dari pekerjaannya ia tidak akan langsung menuju kamar, melainkan naik ke atap gedung demi hanya sekedar menikmati kopi sembari memperhatikan matahari yang bergerak perlahan ke balik gedung. Tapi tunggu, hanya karena Yerin suka kopi sambil memandang matahari bukan berarti Yerin penikmat kopi senja. Tidak, Yerin tidak sepuitis itu anaknya. Bahkan, sebelum magrib atau senja pun, dia sudah pasti berada di kamarnya. Duduk membelakangi pintu sembari menulis sesuatu di draft macbook-nya. Konon, tidak ada yang pernah tahu apa yang ditulis Yerin disitu. Bahkan sahabat paling dekat sampai pernah lihat Yerin kencing berdiri pun dia tidak tahu isi dari tulisan Yerin tersebut. Ya, Yerin memang anaknya cukup tertutup. Hanya 'cukup' karena Yerin tidak sampai anti-sosial.
Matahari sudah sepenuhnya bersembunyi. Tapi kopi Yerin masih ada sisa separuh. Yerin lalu merebahkan tubuhnya dengan berbantalkan lengannya sambil menatap ke langit sore yang cerah. Matanya menyipit membentuk bulan sabit.
"Terima kasih Tuhan aku masih dapat melihat langitmu hari ini. Semoga besok aku masih dapat melihatnya lagi. Amiin." ucapnya sambil tersenyum menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orange's || Season 1 [Completed]
Teen FictionPerasaan itu nggak bisa diatur. Mau dipaksain gimana pun juga nggak bakalan bisa, yang ada malah diri sendiri yang menderita. Kalau tetap mau pun ya buat terbiasa aja dulu. Nggak perlu perjuangan yang lebay dan alay, yang penting buktiin kalau kam...