• 13 : Desa Sanctus

130 23 0
                                    

Sebenarnya, saat aku sadar ini adalah dunia yang berbeda, aku menduga ini adalah dunia ini dalam novel, komik, atau semacamnya. Tetapi, beberapa hari kemudian, aku pikir kalau itu mustahil. Jadi, aku mulai menganggap kalau ini memang dunia yang baru. Dunia yang kuimpikan dan aku bisa melakukan hal yang kuinginkan di sini.

Sayangnya, begitu aku menginjakkan kaki pertama kali di pesta, aku sadar ini adalah dunia fiksi. Karena ... semua aturan yang ada di dalam komik, novel, ataupun film, berlaku di dunia ini.

Aturan di dalam cerita. Tentang bagaimana para tokoh, bagaimana mereka bertingkah laku, dan bagaimana mereka mengakhirinya. Atau aturan kecil, seperti para figuran lah yang menjelaskan tentang kehebatan tokoh utama. Sesuatu seperti itu selalu muncul, kan?

"Yo!"

Dengan pakaian yang sama seperti sebelumnya, Temian berjalan mendekat sambil melambaikan tangannya. Tiba-tiba saja ia merangkulku, sambil tertawa nyaring.

"Hei, Yoma! Apa kau tahu~?"

"Tentang apa?" tanyaku sambil ikut tertawa.

"Rambutmu ternyata cukup mahal, lho!" serunya sambil memukul rambutku. "Aku terkejut karena cepat sekali dibeli! Apa kau mau tahu berapa harganya?"

Aku mengangguk-angguk. Di kananku, Aresy ikut memasang telinga. Temian memajukan wajahnya, lalu berbisik, "Tujuh ratus ripa ...."

"HAH?"

"Kau bersungguh-sungguh?"

Temian makin terbahak. "Aku tak mungkin berbohong kalau soal uang!"

Aresy tertawa kaku. "Tapi, apa itu tidak terlalu cepat? Dibeli dengan harga tinggi dalam waktu satu hari .... Rasanya mustahil."

"Pria tua itu juga sangat terkejut," ujar Temian.

Pria tua .... Kurasa seseorang yang mendagangkan rambut. Mungkin dia pemilik toko ilegal tempat Temian menjual rambutku.

"Apa kau tahu siapa yang membelinya?" tanyaku.

"Aku tak tahu siapa dia. Mereka bilang, seorang laki-laki yang memakai jubah hitam. Tak ada yang melihat wajahnya."

Orang seperti itu kenapa membeli rambutku? Hm. Mencurigakan. Aku memiliki beberapa dugaan, namun aku butuh kepastian lebih.

Dan kalau harganya memang semahal itu .... "Hei, Temian, apa uangnya lebih dari cukup?"

"Yap, sangat banyak." Temian terdiam sejenak, lalu tersenyum. Sepertinya ia menyadari maksudku. "Apa kau ingin sisanya?"

"Tidak. Sisanya untukmu saja," kataku. "Anggap saja sebagai uang untuk menyewamu ... menjadi pengawalku."

"Ahahaha! Kau unik sekali, Yoma! Baiklah, aku akan melindungimu dari perampok di sana."

~•~

Sebuah pagar kayu melingkari kumpulan rumah-rumah yang tidak dibangun dengan rapi tersebut. Beberapa penduduk terlihat berkeliaran melakukan aktivitas mereka masing-masing. Aku bisa melihat sebuah ladang sayur di balik rumah-rumah. Lalu, sebuah papan nama berdiri di depan pagar tersebut.

Desa Sanctus.

"Jika kau ingin pergi ke Hutan Sanctus, kau harus melewati desa itu," ujar Temian menekuk tangan kanannya di pinggang. Mata cokelatnya menyipit, melirik pada desa itu tanpa kentara. "Tetapi, desa itu lebih mencurigakan dari pada kotanya."

"Hm? Kenapa?" tanyaku sambil memegang sosis bakar yang kubeli untuk makan siang.

"Hanya pada saat musim panas, mereka melakukan aktivitasnya. Di musim lain, mereka cenderung bersembunyi di dalam rumah," jelas Temian. "Sepertinya, mereka menghindari para ksatria."

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang