• 14 : Hutan Sanctus

123 23 0
                                    

"Halo, Tuan." Aku menarik kedua bibirku, membentuk senyum manis. "Aku ingin pergi ke Hutan Sanctus. Tapi, kudengar, aku harus bertemu dengan ketua dulu."

"Halo juga, Nona," balas sang pemimpin desa Sanctus, ikut tersenyum ramah. "Benar sekali. Apa Anne yang mengatakannya pada kalian?"

"Iya," jawabku. Saat aku menginjakkan kaki di sini, Anne langsung dibawa pergi oleh seorang wanita. Aku sedikit terkejut karena pria ini bisa tahu Anne lah yang memberitahuku.

"Di mana kalian bertemu dengan Anne?"

Matanya terlihat sangat curiga. Apa itu karena asap hitam di tubuh Anne telah menghilang?

Desa ini penuh dengan sihir gelap. Mereka juga menghindari para ksatria. Jarang ada ksatria elit yang pergi menjaga Hutan Sanctus, namun beberaa ksatria biasa juga dapat melihatnya. Sepertinya mereka tak ingin mengambil resiko dan memilih untuk bersembunyi. Itu berarti, mereka melindungi sihir gelap.

Kemungkinan Anne dibawa pergi adalah untuk ditanamkan sihir gelap itu lagi.

Pertanyaanku adalah, apa mereka bisa menanamkan sihir gelap itu lagi? Dan kenapa mereka melakukannya?

"Tadi kami bertemu dengannya di luar. Tapi dia terlihat kelaparan. Jadi, kami membelikannya makanan," jelasku. Yah, aku tak berbohong, namun aku tak menceritakannya dengan detail.

"Begitu, ya ...."

"Apa Anne baik-baik saja?" tanyaku. "Dia anak yang baik. Aku khawatir padanya."

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kami memang jarang sekali pergi keluar desa, jadi wajar kalau Anne menginginkan makanan di luar."

"Eh? Kenapa jarang keluar?" tanyaku heran. "Apa tidak bekerja?"

"Kami bekerja di dalam desa. Ada beberapa yang keluar untuk menyetor barang hasil desa kami," jelasnya. "Lalu, kami juga harus menjaga Hutan Sanctus selagi para ksatria pergi menguji anak-anak baru."

"Ah, begitu, ya ...."

Dia berbohong. Menyebalkan.

"Kalau boleh tahu, kenapa Nona ingin pergi ke Hutan Sanctus?"

"Aku ingin mengambil daun untuk Mama!" jawabku senang. "Mama bilang dia akan sembuh jika aku membawakan daun dari hutan ini. Jadi, kami bertiga pergi mencarinya."

"Sayang sekali, Nona .... Anda harus membayar untuk mendapatkannya."

"Ehhh? Kenapa? Bukannya itu hutan suci?" tanyaku memasang wajah sedih. "Aku ... tak membawa banyak uang ...."

Aku tak terlalu pandai berakting, jadi dia mungkin menyadarinya. Tetapi, itu bukan urusanku. Toh, pada kenyataannya aku juga tak membawa uang lebih untuk mengambil daun.

"Sayang sekali .... Sepertinya Anda hanya bisa melihatnya saja ...."

Aku mengerjap pelan. "Anda mengijinkanku melihatnya?"

"Tentu, jika hanya melihat."

Cih. Dia ingin merampokku.

"Em .... Anu ...." Anne yang mendadak muncul dari belakang sang pemimpin desa, terlihat gelisah sambil menatapku. "Aku bisa mengantar Kakak ke sana."

Hm? Aku melirik sekilas pada pria itu. Sepertinya, dia juga tidak menyangka Anne akan menawarkan diri.

"Baiklah," kataku. "Dengan senang hati."

"Ini ... hanya untuk balasan karena Kakak membelikanku makanan ...."

Yah, terserah lah. Aku rasa ini jebakan, namun aku tak terlalu peduli lagi.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang