• 20 : Musim Panas Berlalu

125 24 0
                                    

"KAKAK, TERIMA KASIH!"

Aku menepuk-nepuk punggung Milly yang menangis hebat di bahuku. Sambil tertawa kecil, aku berkata, "Iya, iya ...."

Meski aku mengambil 10 lembar daun, aku hanya menunjukkan dua pada mereka. Papa dan Mama tampak sangat senang dengan daun yang kutunjukkan. Mereka langsung memerintahkan Dorothi untuk merebus daun tersebut dan memberikan airnya pada Milly. Mereka bahkan tidak bertanya apa uangku cukup untuk membelinya—meski aku memang tidak membayar sama sekali.

Papa sempat menanyakan luka di tanganku, sebenarnya itu akibat ledakan saat Desa Sanctus menyekapku. Aku cukup yakin jika mengatakan yang sejujurnya, Papa akan menerjang ke desa itu. Tetapi, aku memilih untuk berbohong. Pelayan-pelayan kesayanganku mungkin akan dipecat, dan aku juga akan dimarahi karena membawa pengawal yang sedikit.

Daun suci yang tersisa sudah kusimpan di dalam laci, bersama dengan buku-buku jurnalku 15 tahun ini. Aku menghabiskan waktu semalaman untuk menulis apa yang kualami selama satu bulan ini.

Yap. Satu bulan. Aku tak menyangka akan menghabiskan waktu selama itu. Mama sempat sangat marah, karena aku pulang lebih lama. Mencoba berpikir positif, Mama hanya khawatir padaku.

Setelah berbicara dengan Mama dan Papa sambil sedikit mengarang masa lalu Anne, mereka memutuskan untuk meletakkannya pada salah satu panti asuhan yang dikenal akrab. Sebenarnya, Milly sangat ingin menjadikan Anne sebagai adik setelah mereka mulai saling kenal. Namun, aku yang memang bukan orang baik, sama sekali tidak mengijinkannya. Anne juga tak terlihat keberatan. Meski begitu, Milly sering datang mengunjunginya.

Tentang Chaiden, aku benar-benar lupa untuk menulis surat padanya. Tiba-tiba saja, surat dari tempat tes ujian masuk ksatria datang. Aku senang dia khawatir, tapi itu membuatku teringat pada siluet yang ada di pohon suci. Saat itu, aku harus berusaha keras untuk mencoba tidak memikirkannya, agar aku tak lagi merasa 'buruk'.

Setelah perjalanan panjang itu, aku memutuskan untuk beristirahat beberapa hari, sebelum kembali melakukan kegiatan seperti biasa. Terkadang aku bertemu Yerenicha, saling mengunjungi rumah. Aku juga datang dalam undangan pesta teh dan acara ulang tahun dari orang yang kukenal. Meski agak sedikit canggung, aku mulai bisa berbicara dengan baik, sambil berusaha mengabaikan masa laluku.

Perasaanku yang mudah berubah ini sudah sedikit membaik berkat Aresy. Namun, aku tetap harus fokus, agar tidak teringat kenangan buruk itu lagi. Karena tak bisa melupakannya, aku memutuskan untuk mengabaikannya saja.

Ini adalah kehidupanku yang kedua. Jadi, di hidupku kali ini, setidaknya aku ingin mencoba untuk bahagia.

Aku memiliki Aresy, pelayan yang sangat setia. Yohan juga berhasil membuatku memberinya kepercayaan. Jadi, sebaiknya aku tak terlalu bersedih.

... itu yang kupikirkan. Aku tak menyangka, bahwa di musim dingin, hal buruk kembali terjadi padaku.

~•~

Aku suka musim gugur. Aku suka saat daun-daun mulai menguning dan jatuh. Sejak 15 tahun berada di dunia ini, aku tak pernah bosan memandanginya. Meski udaranya mulai menjadi dingin, aku tetap menyukainya.

Di kehidupan yang lalu, aku tinggal di negara yang tak mendapat musim seperti ini. Salah satu alasanku memiliki impian mengelilingi dunia adalah untuk merasakan musim-musim yang berbeda.

"Nona?"

Ah, benar. Tak sebaiknya aku melamun di saat seperti ini. Aku pun kembali menunduk, membuka sebuah surat dengan amplop yang terlihat sangat elegan ini.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang