"Jadi, ini adalah rumah kalian yang baru," ujarku pada kelima anak yang berdiri di depanku ini. Secara tubuh, aku sangat tak bisa menyebut mereka sebagai anak-anak, karena pemimpin mereka malah lebih tinggi dariku. Aku juga tak tahu berapa umur mereka.
"Ini ... hebat sekali ...."
"Keren ...."
"Hei, rumah seperti ini apa tidak mudah terbakar?" tanya gadis berambut sebahu.
Aku mendengus. "Dengar, ya, rumah ini aku buat bersama Tuan. Aku merancang dan Tuan yang membuatnya. Kalian pikir Tuan itu orang biasa?" balasku sambil mengibas-ngibaskan tangan. "Tenang saja, rumah ini tak akan terbakar."
"Boleh kita masuk?"
"Boleh. Tapi sebelumnya, kuharap kalian memperkenalkan diri," kataku. "Aku belum mengetahui nama kalian."
"Cih." Sang pemimpin mereka dengan rambut hijau tua itu menatapku dengan pandangan tidak suka. Mata merahnya sedikit mengingatkanku pada Chaiden. "Namaku Zaro."
"Namaku Eras," sambung laki-laki dengan rambut biru tua. Matanya berwarna hitam.
Seorang laki-laki bertubuh pendek, bahkan mungkin tak mencapai bahuku, mengeluarkan suaranya. "Namaku Kei," ujarnya dengan suara yang sedikit cempreng khas anak kecil. Matanya berwarna hijau dan rambutnya hitam.
Gadis berambut hitam sebahu yang terlihat dingin menatapku lama dengan mata kuningnya, sebelum mengembuskan napas. "Aku Keal."
Sepertinya dia juga tidak menyukaiku.
"Aku!" seru seorang anak dengan rambut pirang. Mata birunya memancarkan sorot riang yang penuh semangat, berbanding terbalik dengan Keal tadi. "Namaku Blaire! Aku dan Kei adalah yang paling muda."
Jadi, begitu. Pantas tubuh mereka paling pendek. Selain Zaro, sang pemimpin, penampilan keempat anak yang lain terlihat lebih normal di mataku.
"Bagus. Kurasa aku tak perlu menyebutkan namaku karena kalian sudah mengetahuinya sendiri," balasku. "Sekarang, kalian boleh masuk."
Binar kesenangan langsung timbul di wajah mereka. Tanpa berbasa-basi lagi, kelima anak itu langsung masuk ke dalam rumah. Mereka berkeliling melihat semuanya sambil tersenyum bahagia. Sambil menunggu mereka, aku hanya berdiri di ruang depan.
Yah, kurasa rumah memang menjadi hal yang diinginkan banyak orang. Rumah ataupun 'rumah'. Mengerti maksudku, kan?
"Hei."
Aku menoleh ke kanan, menemukan Zaro berdiri di sebelahku. "Ya?"
"Kau bilang, kau yang membuat semua ini," katanya membuatku mengangguk. "Apa uangmu baik-baik saja?"
Oh? Kenapa dia menanyakan tentang itu? "Tenang saja. Uangku masih tersisa cukup banyak. Kenapa?"
Zaro melirikku sekilas, lalu menggeleng. "Tidak. Bukan apa-apa."
Hmm. Yah, kalau dia memang berkata begitu, ya sudah.
"Ada yang ingin kubicarakan pada kalian. Jika kau memang peduli dengan uangku, kuharap kau juga peduli dengan masa depan rumah ini. Jadi, tolong panggilkan yang lainnya."
Laki-laki itu kembali memasang wajah tak senang dan menggerutu. Tetapi, ia melakukan apa yang kuminta. Zaro terlihat cukup tampan jika berkelakuan baik. Sepertinya ia akan mempunyai kisah sendiri nantinya. Dengan penampilan mencolok gitu, mustahil penulis membiarkannya. Mungkin sequel cerita ini menceritakan kisah mereka? Dengan tambahan tokoh penting lain?
Ya, ya. Kurasa itu akan menjadi sangat menarik.
Anak-anak itu pun berbaris di depanku. Blaire memasang senyumnya dengan wajah penasaran, begitu juga dengan Kei yang menatapku keherananan. Sementara ketiga anak lainnya terlihat cuek.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TGJ #1] The Tale About Pink Haired Villainess
Fantasía[A Book About Journey] Reinkarnasi? Ah, aku sudah banyak membaca cerita tentang itu di kehidupan sebelumnya. Tapi, siapa sangka aku benar akan mengalaminya? Di dunia yang baru ini, aku hanya akan melakukan apa pun yang kuinginkan! Itulah tekadku. T...