• 45 : Perlakuan dan Pilihan

68 15 0
                                    

"Belakangan ini, Nona sering melamun."

Celutukan Aresy membuatku menoleh. Aku mengerjap-ngerjap saat melihat Aresy dan Temian yang duduk di depanku kini menatap dengan heran. "Ya?"

"Anda sedang memikirkan apa?" tanya Aresy memiringkan kepalanya.

"Tidak ada," jawabku. "Apa tadi kalian membicarakan sesuatu?"

"Tidak juga." Temian menatapku beberapa saat lalu tersenyum. "Sebaiknya kau tidur, Mayo."

"Eh? Kenapa?"

"Dengan begitu, saat kau bangun, kita sudah sampai di rumahmu," jawabnya. "Jadi, kau tak perlu memikirkan hal yang aneh-aneh."

Benar .... Tidur memang satu-satunya cara untuk berhenti berpikir. Dulu, aku juga menghabiskan waktu untuk tidur agar tidak memikirkan berbagai hal buruk. Tetapi, saat bangun malah mendapat amarah.

Memang menyebalkan. Padahal sudah bagus aku melampiaskan rasa sedihku dengan tidur.

Namun, sekarang ini aku sedang berada di dalam kereta. Aku tak yakin bisa tidur nyenyak, kecuali jika Tuan memberikan mantra tidurnya padaku.

"Aku baik-baik saja, kok," ujarku. "Daripada itu, kereta ini keren sekali, ya."

"Yap. Ini pertama kalinya aku melihat kereta kuda tanpa kusir," balas Temian melihat keluar jendela. "Kudengar, sihir yang paling susah adalah teleportasi, ingatan, sihir ruang, dan penciptaan makhluk hidup. Aku tak bisa membayangkan betapa kuatnya Tuan yang bisa menggunakan ketiga sihir di antaranya dengan baik."

"Kurasa Tuan juga bisa menggunakan sihir ruang," sahut Aresy. "Dia bahkan bisa menggunakan teleportasi. Sihir ruang dibawah itu, jadi seharusnya mudah saja."

Aku menopang dagu pada ambang jendela. "Yah .... Sihir hitam memang ditakdirkan jauh lebih kuat, kan? Antara Tuan dan Tuan Roulette, pasti lebih kuat Tuan."

Seharusnya begitu. Sayangnya, dunia ini berkata sebaliknya. Bagaimana pun, kebaikan akan menang pada akhirnya.

"Tapi, kenapa Tuan bisa memiliki sihir hitam, ya?"

Pertanyaan Aresy sukses membuatku terdiam.

Aku baru menyadarinya. Selama ini, aku tak pernah memikirkan tentang itu. Dipikir-pikir, ada banyak tentang Tuan yang masih belum kuketahui. Juga ada banyak hal yang harus kutanyakan dan belum bisa kuutarakan sampai sekarang.

~•~

Dalam beberapa hari, aku sudah sampai di rumah nenek. Perjalanan yang seharusnya lebih lama karena salju yang menumpuk, malah seperti perjalanan biasa. Dengan gaun hitam, aku turun dari kereta kuda, menemukan Mista mendekatiku. Tak ada senyum di wajahnya, sama sekali tidak ada ekspresi. Ia pun tak terlihat senang melihat kedatanganku.

Anak yang menjadi kakakku itu melirik Tuan sesaat, lalu kembali memandangku. "Ayo, masuk. Pemakamannya baru akan diadakan besok. Untung kau sudah datang."

"Ya ...."

Dia bahkan tak menanyakan tentang Yohan.

Ini membuatku muak.

Aku hanya tersenyum saat beberapa anggota keluarga lain menyapaku. Aku yang sudah tak peduli dengan keluarga, tak merasa sedih saat melihat peti Nenek yang mewah. Wanita tua itu terbaring dengan pakaian putih yang indah.

Hm .... Aku harus memasang wajah sedih.

"Mayo."

Baru saja akan bertingkah, suara Mama membuatku menoleh. "Ya, Mama?" tanyaku sambil mendekat ke sana.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang