• 16 : Bangun

125 23 0
                                    

Bangunlah.

Mataku langsung terbuka begitu mendengar suara sang pohon. Aku berhadapan dengan dinding penghalang itu lagi, menemukan Temian dan Aresy sedang duduk di depan sana.

"Hei," panggilku membuat mereka menoleh kaget. "Sepertinya aku bisa keluar sekarang. Coba kalian menjauh sedikit."

"Sungguh?" Temian dan Aresy langsung berdiri, berjalan agak jauh dari pohon. "Bagaimana caranya?"

Aku terdiam sejenak, lalu menyentuh penghalang itu. Sesuai dugaanku, penghalang ini sudah bisa ditembus. Aku pun menapakkan kakiku perlahan-lahan di atas tanah, sebelum Aresy memelukku.

"Nona .... Nona ...."

Aku tersenyum kecil, menepuk-nepuk punggungnya. "Lihat, kan? Aku baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir."

Di belakang Aresy, kulihat Temian hanya menghela napas lega. Sambil menghapus air matanya, Aresy melepaskan pelukan, kembali berdiri tegak seperti seorang pelayan.

"Ayo kita pulang, Nona," ujar Aresy. "Sebaiknya, kita pergi dari kota ini secepat mungkin."

"Kau benar," balasku. "Tapi, kita harus mengambil beberapa daun."

"Eh?"

"Yang menumbuhkannya, kan, aku. Kenapa aku tak boleh mengambilnya? Aku akan marah jika mereka mengatakan aku harus membayar untuk ini," kataku berjalan lebih dulu di atas es.

Begitu aku sampai kembali di daratan, terdengar suara retakan es dari belakang. Aku mengernyit, menoleh ke belakang menemukan Temian dan Aresy yang langsung berlari lebih cepat.

Ah, danau esnya berubah menjadi air biasa lagi.

Aku tertawa geli. "Ya ampun, kalian lucu sekali," kataku.

"Seharusnya kami yang berjalan duluan," ujar Temian kesal. "Kau sudah menjadi putri pohon Sanctus sekarang."

"Tidak, bukan aku putrinya," balasku sambil menautkan tangan di belakang tubuh. "Seseorang ... akan datang."

"Hm?"

"Putri yang sesungguhnya. Putri dari kekuatan suci."

Seperti pada cerita, mungkin gadis itu akan tiba dari dunia lain. Keberadaanku tak akan dipedulikan lagi. Sampai akhir pun, aku hanya akan menjalankan salah satu peran figuran di dalam cerita ini.

"Aku tidak mengerti," kata Temian.

"Ya. Apa maksud Nona?" tanya Aresy.

"Kalian akan tahu itu nanti." Aku berhenti melangkah, lalu menengadah ke atas, melihat pepohonan yang kini dipenuhi daun rindang. "Hutan Sanctus sudah menjadi lebih indah, ya."

Aresy tersenyum. "Itu berkat Anda."

"Yap! Kau yang membuat mereka tumbuh lagi!" seru Temian. "Karena kau pendek, biar aku yang mengambilkan daunnya. Kau butuh berapa?"

"Hm .... Tolong ambilkan aku 5 lembar," pintaku saat Temian sudah akan berjalan mendekati salah satu pohon.

"Apa kau yakin? Kau yang menumbuhkan mereka, sebaiknya kau mengambil lebih banyak."

"Begitukah?" Aku menoleh pada Aresy yang hanya mengangguk. "Kalau begitu, sepuluh. Ah, lalu, tak masalah kalau kau juga mengambilnya."

"Hm?" Salah satu tangan Temian yang terangkat langsung berhenti bergerak. Ia menoleh padaku. "Sungguh?"

"Kau pasti punya alasan ingin datang ke sini, kan?" Aku tersenyum lebar. "Mungkin ada seseorang yang berharga bagimu sedang sakit, sehingga kau bersikeras. Apa aku benar?"

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang