• 94 : Salam Terakhir

55 13 1
                                    

"Sudah lama kita tidak berjalan bersama seperti ini, ya ...." Aku tersenyum sambil memiringkan kepala menatap Chaiden.

Senyum yang ditampakkan Chaiden tampak sedih. "Kau tidak berjalan, Nona kecil."

Aku tertawa kecil. Ia benar, Tuan menerbangkanku karena aku sudah tak sanggup berjalan. "Mau bagaimana lagi ...."

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Seperti yang kukatakan, aku ... hanya melakukan ini karena peranku," jawabku. "Jika bisa memilih takdirku sendiri, aku juga ingin selamanya berada di rumah, bersama Aresy, Yohan, Temian, Diana, dan yang lainnya."

Aku menyentuh pita di rambutku, menariknya. "Saat tahu apa peranku yang sebenarnya, aku pikir, aku tetap akan bisa mempertahankan kenyamanan itu. Tapi ... karena itulah, Yohan diculik, Aresy dibunuh, juga membantai Diana dan yang lainnya."

Chaiden terbelalak mendengarnya. Ia bahkan tak mengucapkan apa pun. Aku tertawa kecil. "Karena itu, aku memutuskan untuk memainkan peranku sebagai antagonis. Dari awal pun, aku bukan orang yang baik. Jadi ... aku berusaha menikmatinya ...."

"Mayo, apa kau datang dari dunia yang lain?" tanya Celestia yang berjalan di samping Chaiden.

"Tidak. Aku mati dan lahir sebagai Mayo. Tapi, ya, aku masih memiliki ingatan kehidupanku yang sebelumnya."

Celestia mengepalkan tangannya. "Kenapa kau ... tidak mengatakannya dari awal ...."

"Itu akan jadi tidak menyenangkan. Aku, kan, tetap ingin menikmati kehidupanku di sini. Lagipula, aku juga sangat membenci orang-orang baik sepertimu." Aku menghentikan terbangku, lalu menatap Chaiden. "Chaiden, aku harus pergi. Aku senang bisa menjadi teman masa kecilmu."

"Kenapa kau tidak ikut dengan kami? Kembali ke Kerajaan?"

"Masih ada hal yang harus kulakukan." Aku menggenggam pita Temian semakin erat, lalu terkekeh. "Lagipula, siapa yang bilang kalian boleh kembali ke Kerajaan?"

"Eh?"

"Kenapa?"

Aku menggeleng-geleng lelah. "Ya ampun. Kalian melupakan tentang Raja Iblis?"

"Raja Iblis? Itu tidak ada di dalam cerita," ujar Celestia.

"Penulis mungkin ingin membuat cerita lanjutannya," balasku. "Tapi, kau sudah memutuskan untuk melupakan cerita dan melindungi semua orang, kan?"

Wajah Celestia berubah serius. "Ya."

"Kalau begitu, segera kumpulkan pasukan, serang Raja Iblis sebelum sejarah kembali terulang," kataku.

"Itu butuh waktu. Mencari keberadan Raja Iblis tidak semudah itu."

Aku mengembuskan napas gusar. Karena inilah aku membencinya. "Ada seorang anak yang akan menunjukkan jalannya pada kalian. Lakukan saja perintahku."

"Kau ... sudah mempersiapkan semuanya?"

"Ya." Aku mengalihkan wajahku pada Tuan yang berjalan di belakang. "Kau bisa mengantar Illya, kan?"

Tuan mengangguk.

"Baiklah." Dengan begini, tugasku sudah berakhir. "Pertemuan di utara markas perbatasan, segeralah pergi ke sana untuk bertemu dengan anak itu," kataku pada Celestia.

"Aku mengerti ...." Celestia menatapku lama, membuatku mengangkat alis. Ia lalu memaksakan senyum di wajahnya. "Selama ini, apa kau baik-baik saja?"

Yah, tokoh utama tetaplah tokoh utama. Aku tersenyum, menapak pada tanah, lalu mendekati Tuan. "Aku baik-baik saja, kok. Ada Tuan, jadi aku tak sendirian. Lalu ... tolong hibur Temian. Dia juga sangat kesepian. Aku merasa bersalah karena telah meninggalkannya."

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang