Yepppiiii!
Akhirnya aku post after ending, hehe. Agak lama, sih. Semoga kalian gak lupa ceritanya :')
(Iya, AE 1, soalnya masih adaa lagiii)
Selamat membaca 💞
×××
Perasaan Temian berubah sangat tidak enak tepat saat ia melihat burung gagak di atas pohon kering. Padahal, baru saja beberapa saat yang lalu, mereka berhasil mengalahkan Raja Iblis.
"Temian, biar kuobati luka—"
"Tak perlu," potong Temian langsung. Ia segera melewati Celestia, berlari menuju pohon tersebut dan mengangkat tangan kanannya.
Benar saja, burung gagak itu langsung terbang dan hinggap di sana. Dengan perasaan campur aduk, Temian mengambil kertas yang diikat di kaki burung gagak tersebut.
"Itu sihir hitam," cetus Ernest tiba-tiba.
Chaiden yang baru saja selesai diobati, langsung menoleh cepat. "Kenapa masih ada—"
"Diam." Temian menggigit bibirnya, membaca sederet kalimat di atas kertas putih tersebut. Perlahan tapi pasti, matanya mulai berkaca-kaca dan meneteskan air mata.
Hei! Kalau kau membaca ini, mungkin aku sudah mati. Datanglah ke gunung Frash, ada kastil milik Tuan di sana. Omong-omong, saat ini aku juga berada di sana.
Yang aku inginkan bukanlah untukmu melihat mayatku, tapi ... Illya ada di sini. Aku ingin kau menjemputnya. Meski dia bekas bawahan Raja Iblis, kuharap kau bisa memperlakukannya dengan baik.
Ah, tanpa perlu kuminta, aku yakin kau akan melakukannya.
Dan ... maafkan aku, telah meninggalkanmu sendirian. Kuharap kita bisa bertemu lagi di kehidupan selanjutnya. Aku menyayangimu, Temian. Sungguh, terima kasih banyak, telah berada di sampingku dan mempercayaiku.
Sampai jumpa!
Temian memang tidak membenci kesendirian sebesar Mayo. Namun, bukan berarti ia sama sekali tidak merasa sedih.
Ingatan Temian langsung melayang ke sebuah rumah yang sudah hancur terakhir kali ia melihatnya. Temian tak pernah membenci ataupun marah dengan tindakan Mayo. Ia tak protes saat rumah dengan penuh kenangan itu dibakar.
Memang, sama seperti Mayo, rumah itu juga sangat berharga bagi Temian. Di tempat itu juga, Temian bisa benar-benar merasa bahagia sejak kematian kekasihnya.
Namun ....
"Temian, terima kasih."
Temian hanya tak bisa menahan ini sendirian. Ia tak punya siapapun lagi di sampingnya.
"Temian?" tanya Celestia menyadari keanehan Temian. "Kenapa?"
"Tidak." Temian menghapus air matanya, lalu mulai berjalan. "Aku harus pergi."
Chaiden dan Celestia saling melirik. Posisi mereka ada di belakang Temian, sehingga tak bisa melihat bagaimana wajah gadis itu. Mereka juga sama sekali tak memikirkan alasan Temian tiba-tiba begitu.
"Kau mau ke mana?" tanya Ernest.
"Temian, kau harus mengobati lukamu," celutuk Roulette.
Kaki Temian terkilir. Begitu juga dengan kedua tangannya yang penuh goresan-goresan. Meski begitu, tak ada luka yang benar-benar parah. Dibanding Celestia dan Chaiden, Temian masih baik-baik saja.
"Tidak perlu," jawab Temian. "Kalian ... obati saja yang lain."
Ernest, Roulette, Chaiden, dan Celestia, langsung terdiam saat tiba-tiba melihat burung gagak di tangan Temian berubah menjadi buih hitam yang terbang ke udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TGJ #1] The Tale About Pink Haired Villainess
Fantasy[A Book About Journey] Reinkarnasi? Ah, aku sudah banyak membaca cerita tentang itu di kehidupan sebelumnya. Tapi, siapa sangka aku benar akan mengalaminya? Di dunia yang baru ini, aku hanya akan melakukan apa pun yang kuinginkan! Itulah tekadku. T...