"Jadi, Temian masih hidup?"
"Iya. Tapi, dia sedang dalam keadaan koma," jawab Tuan.
Aku menyandarkan diriku pada batang pohon, lalu mengembuskan napas. "Apa yang terjadi dengannya?"
"Aku tak yakin. Sepertinya ia terkena panah beracun." Tuan menjentikkan jarinya, mengubah api menjadi bentuk reka ulang kejadian di medan perang tadi. Aku bisa melihat Temian di sana sedang bertarung, tapi sebuah panah yang melayang, menancap tepat di bahunya.
"Ya, Ace benar. Aku melihat situasi perang," ujar Gail. "Sebelum ini, mereka sama sekali tidak menggunakan panah beracun. Tetapi hari ini, mereka menggunakannya. Mungkin panah beracun digunakan sebagai strategi terakhir."
Aku melipat tanganku. "Begitu, ya ...."
Sekarang, aku tak bisa mengatakan kalau mereka sengaja menargetkan Temian. Berdasarkan informasi dari Tuan dan Gail, ada beberapa orang yang juga koma terkena panah beracun itu. Para penyihir tak bisa menyembuhkan racun tersebut. Aku menduga kalau Etsaia telah membuat sebuah racun yang berbeda dengan di Virtus. Tapi di sisi lain, itu aneh sekali karena seharusnya sihir bisa menyembuhkan apa pun.
Ditambah lagi ... kenapa Celestia tak berbuat sesuatu?
Ia telah memainkan game-nya, kan? Ia juga membaca komiknya! Lalu, kenapa dia tidak berbuat sesuatu untuk menghalangi kemunculan panah beracun ini?
Apa karena dia adalah tokoh utama yang pasti akan mendapat akhir bahagia, sehingga ia tak ingin mengubah jalan cerita demi ending itu?
Dan mengorbankan Temian.
Aku menggigit bibir. Sungguh, aku membenci Celestia.
"Apa kau mau pergi ke sana?" tanya Tuan. "Aku bisa meneleportasikan kau ke sana. Tetapi, karena Temian ada di menara sihir, aku tak bisa ikut denganmu."
"Kau bisa melakukan itu?"
"Ya. Jika kau ingin kembali, katakan saja 'kembali'."
Aku mengangguk. "Baiklah."
Setelah itu, Tuan mengulurkan tangannya padaku. Sekelilingku berubah menjadi ruang tidur yang sangat gelap, tak ada lampu. Pencahayaan satu-satunya hanya berasal dari cahaya bulan yang masuk lewat jendela, karena tirai dibiarkan terbuka.
Di depanku, Temian terbaring di atas tempat tidur. Melihat perabotan di kamar ini, aku tahu ini bukanlah ruangan Temian. Kamar tidur Temian tidak luas, perabotannya pun tidak mewah. Apa dia mendapatkan perlakuan khusus?
... apa pun itu, sebaiknya aku mengunci pintu dulu.
Aku berjalan pada pintu, menguncinya, lalu kembali ke samping Temian. Wajahnya terlihat begitu pucat dan kesakitan. Keringat membasahi pelipisnya. Padahal, ia sedang dalam keadaan pingsan, kenapa Temian tak diijinkan pingsan dengan tenang?
"Kuharap, kau tetap hidup, Temian!"
Ah .... Itu salahku ....
"Temian." Aku berlutut di pinggir kasur, memegang tangannya. "Aku tadi ada di Kerajaan Etsaia, lho."
... sungguh, aku sendiri tak suka mengobrol dengan orang pingsan begini. Mengobrol sendirian membuatku seperti orang gila. Tetapi, kondisi Temian membuatku ingin melakukannya.
"Dan kemarin aku makan es krim. Itu sangat enak dan aku yakin kau menyukainya. Jadi, saat kau sadar, aku akan membawamu ke sana." Aku menggigit bibir, lalu mengukir senyum tipis. "Tapi, kalau ini terlalu menyakitkan, kau bisa menyerah. Maaf jika aku meminta banyak hal. Orang sepertiku tak seharusnya meminta orang lain untuk hidup."
KAMU SEDANG MEMBACA
[TGJ #1] The Tale About Pink Haired Villainess
Fantasy[A Book About Journey] Reinkarnasi? Ah, aku sudah banyak membaca cerita tentang itu di kehidupan sebelumnya. Tapi, siapa sangka aku benar akan mengalaminya? Di dunia yang baru ini, aku hanya akan melakukan apa pun yang kuinginkan! Itulah tekadku. T...