• 72 : Ruang Penyiksaan

27 8 0
                                    

Aku mengetuk-ngetuk jariku di atas meja sambil memandangi satu kertas putih yang tadi disimpan di bawah kursi. "Apa maksudnya ini? Duke Tranos adalah seseorang yang seharusnya menjadi Raja?"

"Itu tidak mungkin," ujar Tuan. "Raja bukan posisi yang mudah diambil alih seperti itu."

"Jadi maksudmu, Duke Tranos hanya berhalusinasi?" Aku kembali memandang kertas tersebut. Ya, memang benar di sini tidak ditulis silsilah pasti dari keluarga Duke Tranos. Uria juga mengatakan tidak ada bukti pasti. "Dia benar-benar menginginkan takhta sampai melakukan hal seperti itu?"

"Ya."

"Kalau begitu bukannya Duke Tranos tinggal memaksa anaknya untuk mendekati keluarga kerajaan dan menikah dengan salah satu dari mereka?" tanyaku kesal.

"Tranos tak memiliki anak."

Eh?

Aku mengangkat kepalaku, menatap Tuan yang berdiri di sudut ruangan. "Sungguh?"

"Ya. Dia hanya punya satu anak. Tapi sudah tiada sejak lama. Dan sepertinya, istrinya sedang sakit parah."

Uwah .... Kasihan sekali. Itu agak menyedihkan. "Apa jangan-jangan itu yang membuatnya menginginkan takhta?"

Tuan menggeleng. "Kurasa bukan .... Takhta karena memang murni dia menginginkannya."

"Kau tahu dari mana, Tuan?"

"Aku membacanya di salah satu buku di sini," jawabnya. "Lalu, Gail juga mengatakannya padaku."

Aku berdecak pelan. "Gail bilang dia tak menemukan informasi apa pun."

"Karena informasi itu memang tidak terlalu penting. Jadi tak berarti jika kau mendengarnya."

Yah, kurasa itu benar. Meski Duke Tranos memiliki masa lalu yang buruk, bukan berarti aku bisa bersimpati padanya. Aku pun berdiri dan sambil mengangkat kertas-kertas tersebut. "Bakar ini dan ayo kita pergi. Nanti malam, kita akan datang ke ruang penyiksaan itu lagi."

... aku punya firasat buruk.

~•~

Setelah tidur, aku merasa sedikit lebih baik. Dan karena ini sudah malam, rasanya aku mengantuk lagi. Belakangan ini jam tidurku memang sedikit kacau.

Hmm ....

Kurasa aku akan tidur setelah mengecek semua buku di perpustakaan ruang penyiksaan itu.

Saat aku berbelok, hendak menuju Panti Asuhan Delius, sosok laki-laki berjubah menarik perhatianku. Meski wajahnya sedikit tertutup dengan kain, jelas sekali dia adalah Noir. Berkeliaran di sini, kurasa karena dia ingin mengawasi panti asuhan.

"Philip."

Aku menoleh cepat, pada Tuan yang melihat ke arah lain. "Marquis Philip di sini?"

"Ya."

Dap. Dap. Dap. Dap.

Bruk!

Jika di belakangku tidak ada dinding, aku pasti sudah jatuh. Aku muak ditabrak begini. "Aw ...."

Aku berusaha kembali berdiri sambil memegangi tangan anak yang menabrakku.

Eh? Tunggu.

Tangannya gemetar dan berkeringat dingin.

"Apa?" tanyaku sambil mendorongnya sedikit untuk melihat wajahnya.

Di tengah kegelapan begini aku tak terlalu yakin. Namun, anak perempuan yang menabrakku ini memiliki sepasang mata besar dan indah. Wajahnya juga sangat menggemaskan.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang