• 93 : Pertarungan Terakhir yang Tidak Keren

43 11 1
                                    

"Tuan. Tunggu sebentar." Aku menghentikan langkahku, melihat sebuah cahaya biru keluar dari tas kain di atas meja. Tanpa basa-basi, aku membuka tas tersebut.

Ah. Itu daun suci!

"Ini milik siapa?" tanyaku mengangkat tas tersebut.

"Chaiden. Aku ingat dia membawa itu saat datang kemari."

Ini adalah daun suci terakhir, aku tahu itu. Jika tokoh utama menyimpannya, pasti akan terjadi hal tidak mengenakkan yang memaksanya harus menggunakan daun ini. Mengingat semua kisah yang kubaca, hal itu pasti kejadian yang hampir mempertemukan dengan kematian.

Sebagai orang yang menumbuhkan daun, sekali lihat aku sadar kalau daun ini sudah melemah, terlalu lama lepas dari pohonnya.

Baiklah, baiklah. Aku akan menguatkannya lagi.

Ya ampun. Kau berhutang padaku, Chaiden.

Aku segera menyentuh daun tersebut, membuatnya menimbulkan cahaya yang sangat menyilaukan. Tuan tak mengatakan apa pun, berarti tidak ada yang sedang berada di luar ruangan ini. Hanya sepuluh detik, itu sudah cukup.

Setelah itu, aku meletakkan kembali daun suci dan keluar dari ruangan ini. "Baiklah, di mana jubah penyihirnya? Kau merasakan sesuatu, Tuan?"

"Tidak."

"Hm ...." Aku mengedarkan pandangan. "Sepi sekali, ya."

Seakan menjawab rasa ingin tahuku, terdengar suara obrolan dua perempuan dari balik dinding yang menuju ke arah kanan.

"Aku tak menyangka Sir Chaiden akan melawan Sir Noir."

"Benar. Aku penasaran siapa yang akan menang."

Hmm .... Yah, kusimpulkan kalau semuanya sedang pergi menonton pertandingan mereka.

Ah, jika itu penyihir, aku akan merampas jubah mereka.

"Tuan."

"Aku mengerti."

Begitu dua perempuan itu muncul dari balik dinding, Tuan segera menerbangkan mereka. Sontak saja para penyihir itu tak bisa bergerak meski telah meronta-ronta, bahkan mulut mereka sama sekali tidak terbuka.

"Jadi~" Aku mengulurkan tanganku. "Aku akan meminjam jubahmu. Tunggu sebentar, ya."

Begitu Tuan menurunkan mereka, aku langsung melepaskan jubah perempuan yang lebih pendek. Setelah melepaskan jubahku, aku mengulurkannya pada Tuan yang langsung menyimpannya di dalam ruang sihirnya. Saat hendak memakai jubahnya, aku tak sengaja melihat ekspresi mereka yang terkejut.

"Apa?" tanyaku, lalu menunjuk tanganku sendiri. "Kalian bertanya-tanya tentang ini?"

"... tidak."

Aku mengangkat alis, lalu mengedikkan bahu. "Kukatakan saja, seseorang berhasil memutuskan tanganku. Menguntungkan untuk kalian, kan?" Kemudian aku berbalik, mengulurkan jubah putih itu pada Tuan yang berdiri jauh. "Apa kau bisa memakaikannya untukku?"

Masih ada yang harus kami lakukan. Jadi, kami memutuskan untuk menjaga jarak lagi. Aku masih belum boleh mati, begitu juga dengan sihir hitam milik Tuan yang harus dijaga baik-baik untuk menghadapi Duke Tranos nanti.

Jubah putih khas penyihir itu terbang di udara, lalu melekat di tubuhku. Dengan model jubah tanpa lengan, tali di bagian leher harus diikatkan. Tuan tak mungkin bisa melakukannya, jadi aku kembali menoleh pada perempuan itu.

"Kaitkan dan aku tak akan membunuhmu," kataku. "Jangan coba-coba untuk meletakkan mantra."

Ia terlihat tak ingin melakukannya. Tapi perempuan di sebelahnya mengangguk. Tuan tak bereaksi, jadi jelas ini akan baik-baik saja.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang