• 48 : Guru dan Ruang Bawah Tanah

58 12 0
                                    

"Hmmmm ...." Aku bersedekap, memandang berbagai sayuran yang tertata di dalam kotak kayu berjajar. Sudah lama sekali aku tak melihat bahan-bahan pokok seperti ini. "Hmm ...."

"Kenapa? Ada yang ingin kau beli?" tanya Aresy yang berdiri di sebelahku. Ia mengenakan pakaian santai sambil membawa keranjang.

Begitu juga denganku yang kali ini hanya memakai baju rakyat biasa dengan rambut terikat di dalam tudung jubah. Aku memutuskan untuk merahasiakan identitasku. Terakhir kali aku pergi ke luar dengan penampilan yang mencolok, banyak orang berusaha mendekatiku untuk mendapatkan kekuatan suci.

Aku bukan Tuhan. Mereka pikir dengan begitu keselamatan mereka terjamin? Setidaknya, mereka harus berdoa, dong!

Yang membuatku kesal adalah mereka mendekatiku dengan sangat tidak hormat. Bukannya mengobrol dan menyapa, mereka langsung menyentuhku begitu saja. Ada yang menabrakku hingga aku terjatuh dan berdarah, lalu berpura-pura membantuku, padahal hanya ingin menyentuh tanganku. Ada juga yang berusaha menculikku ke dalam 'area gelap', seperti saat itu.

Rasanya sangat tidak aman. Tetapi, aku juga tak terlalu memikirkannya sampai ketakutan. Bisa dibilang ... aku tidak terlalu peduli. Apa pun yang akan mereka lakukan padaku, pasti akan kubalas pada saatnya nanti.

Meski begitu, aku tetap memilih untuk merahasiakan identitasku saja.

Dan sekarang, melihat berbagai bahan makanan, aku jadi ingin membuat sesuatu. Sayangnya, di duniaku yang dulu, aku tak bisa memasak. Jadi, aku tak pernah mengingat langkah dan bahan membuat sebuah makanan.

... aku merindukan makanan modern. Oh, gawat, aku ingin merasakan mie instan lagi. Lalu pizza, burger, dan spaghetti. Ah, aku sangat ingin meneguk minuman boba lagi.

"Yoma?"

Aku mengerjap pelan, menoleh pada Aresy yang menatapku heran. "Ah, tidak," jawabku. "Tidak apa-apa. Aku hanya terpikir sesuatu."

Yah, mustahil membuatnya di dunia ini. Aku juga tak ingin hidup sebagai koki ataupun ilmuwan. Karena jika ingin membuat mie instan, aku harus memikirkan peralatannya dulu. Dan itu merepotkan.

"Hm? Baiklah, ayo kita pulang."

"Baik~"

Omong-omong rasanya keren sekali karena ada pasar yang buka di musim dingin. Yah, meski hanya dua stan saja dan yang datang pun tidak banyak. Dengan udara sedingin ini, orang-orang akan memilih untuk menyetok persediaan makanan sebelum musim dingin dimulai. Tetapi, Aresy bilang, ada beberapa orang yang tetap berjualan di musim dingin. Ditambah lagi, di kota ini, hal itu cukup sering ditemui, hampir sama seperti di ibu kota.

Baru saja beberapa langkah berjalan, aku langsung menabrak seseorang yang tiba-tiba saja berhenti di depanku.

Arghhhh! Kenapa, sih, hidupku penuh dengan tabrakan?

"Aw ...." rintihku pelan sambil berjalan mundur.

"Yoma! Kau baik-baik saja?" tanya Aresy.

"Aku baik-baik saja," jawabku sambil mengusap hidungku.

Punggungnya keras sekali!

"Eh? Maaf, Nona."

Wanita berambut biru gelap yang berdiri di depanku, menoleh ke belakang. Tak ada ekspresi di wajahnya yang sedikit berkeriput itu, suara yang berat dan serak. Tubuhnya sangat tinggi dan tegap dengan lengan yang berotot.

... uwah, dua kali hidup, ini pertama kalinya aku melihat perempuan berotot.

"Guru?"

Aku menoleh cepat pada Aresy yang memandangnya sambil tercengang.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang