• 78 : Sakit

33 11 4
                                    

Tidak .... Ini gawat. Aku merasa tubuhku semakin berat tiap melangkah. Sepertinya aku sakit.

Aku menyentuh dahiku sendiri dan merasakan panas yang langsung menyerang. Ya Tuhan, aku benar-benar sakit.

Belum lagi perutku seperti meronta-ronta minta dikeluarkan.

Baru saja berpikir begitu, aku langsung merasakan desakan kuat. Sontak saja aku langsung berlari ke belakang, menjauhi Tuan dan bersembunyi di belakang pohon.

"Apa ada masalah?" tanya Tuan.

"Urp—" Aku menelan ludah. "Jangan mendekat!" bentakku. "Pokoknya jangan kemari!"

Dan tak lama setelah itu, aku mengeluarkan isi perutku.

"Howeeek!"

... menjijikkan.

"Kau sakit?"

"Jangan mendekat!" bentakku sebelum kembali muntah.

Aku benci sakit.

Ugh .... Pandanganku memburam. Tapi aku tahu, ini bukan saatnya untukku pingsan.

Jika aku pingsan di sini, itu sangat merepotkan. Sudah cukup dengan kepribadian psikopatku yang sangat buruk, aku akan semakin dibenci jika terlihat lemah. Meski cerita jelas ditulis dengan sudut pandang tokoh utama dan tak mungkin menceritakan kisah perjuangan sang antagonis, aku harus tetap berusaha untuk menjadi orang yang kuat.

"Aku akan membelikan minuman," ujar Tuan.

"Tak perlu. Aku hanya perlu ke sungai lalu mencari penginapan," kataku sambil mengusap bekas di mulutku dengan pakaian.

"Aku mengerti."

.

.

.

Dan entah bagaimana, aku berhasil sampai di penginapan dengan menyewa satu kamar yang memiliki toilet di dalamnya. "Aku akan mengurus diriku sendiri," kataku sambil memegang gagang pintu. "Tuan lakukan saja sesuai rencana."

"Tidak," balasnya. "Aku akan merawatmu."

Aku tertawa kecil. "Terima kasih. Tapi aku bisa merawat diriku sendiri. Jadi tak masalah."

"Kau selalu saja seperti ini." Tuan mengembuskan napas. "Memangnya kau tak ingin dikhawatirkan?"

"Aku suka dikhawatirkan, tapi aku tak ingin untuk sekarang," jawabku. "Tapi jika kau memaksa, belikan saja aku pakaian yang baru. Dua atau tiga."

"Mayo, berhentilah keras kepala." Tuan mulai berjalan mendekat.

"Aku tidak keras kepala," kataku dan langsung menutup pintu kamar, lalu berlari ke kamar mandi.

... ugh, aku benar-benar benci sakit.

~•~

"Um .... Jadi? Kenapa aku di sini?"

Aku langsung membuka mataku saat mendengar suara seorang anak perempuan yang terdengar begitu dekat. Karena memang tak bisa tidur, aku hanya memejamkan mata, tapi bukan berarti aku ingin diganggu. Dan seorang anak berambut pirang ini sukses membuatku terperangah.

Ia menatapku beberapa saat, lalu mengedarkan pandangan. "Aku tak berpikir sedang diculik." Lalu mata birunya kembali terarah padaku. "Dan ... kau siapa?"

Ya ampun. Aku tak menyangka Tuan sebegini khawatirnya padaku.

Aku berusaha bangkit berdiri, tapi gadis cilik itu lebih dulu menahan tanganku. "Tidak, tidak, tidak," katanya cepat. "Aku memang tidak tahu apa yang terjadi. Tapi, kalau kau sedang sakit, sebaiknya tidur saja."

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang