• 52 : Empat Anak Manis

56 12 1
                                    

Aku terbangun saat matahari sudah mulai menembus tirai kamar. Sambil mengerjap-ngerjap, aku menyibakkan selimutku lalu duduk dan menurunkan kedua kakiku.

"Nona, selamat pagi."

Aku menoleh ke belakang. Tetapi, tentu saja, tak ada siapa pun di sana.

Aresy ... sudah tiada. Tak ada yang membangunkanku lagi dan membantuku berpakaian.

Ya. Ayo semangat, Mayo.

Aku menarik napas panjang, lalu bangkit berdiri. Sambil bersenandung, aku membuka tirai-tirai jendelaku, menemukan matahari bersinar begitu cerahnya. Kurasa hari ini salju akan menghilang.

Hari ini ... apa yang akan kulakukan, ya?

Karena mataharinya sedang muncul lagi, sebaiknya aku pergi keluar. Tapi ... tidak ada Aresy yang bisa menemaniku lagi.

... aku akan mandi dulu sekarang.

.

.

.

Begitu aku selesai berpakaian dan keluar dari kamar mandi, sudah ada Diana yang berdiri di samping jendela. Ia memandang ke luar begitu lama, sebelum mengalihkan pandangannya padaku.

"Nona," sapanya. "Apa Anda sudah selesai?"

"Eh? Iya ...." jawabku ragu. Lalu aku duduk di depan meja rias, mulai menyisir rambutku.

"Nona, rambut Anda cukup panjang. Biar saya bantu menyisirnya," ujar Diana yang membuatku menatapnya dari pantulan cermin.

Ah, aku tahu ....

Dari sorot matanya yang sedikit sedih, sepertinya Diana sudah mendengar kabar tentang Aresy. Sekarang, ia mungkin sedang mencoba menghiburku.

Aku tersenyum, lalu memberikan sisir padanya. "Tolong, ya."

Aku sudah tahu Aresy akan mati. Jadi, aku sudah mempersiapkan diri. Aku tak boleh terus bersedih. Lihat? Aku juga bahkan tidak menangis, sama seperti saat kematian Yohan.

Yang terakhir kuingat adalah saat aku marah-marah di ruang tamu menara sihir. Aku mengeluarkan sederet kalimat tidak menyenangkan, membuat Pangeran Hyde membungkuk, dan hampir semua orang berbisik-bisik. Lalu, kemunculan Celestia yang semakin membuatku muak.

Menjadi tokoh utama pasti enak sekali, ya.

"Nona, apa ingin saya ikat?" tanya Diana lagi.

"Tidak, biarkan saja begitu," jawabku. "Terima kasih."

Diana mengangguk. "Sama-sama, Nona."

"Sudah berapa hari aku tidur?" tanyaku sambil bangkit berdiri dan berjalan ke luar. Tentu saja, Diana mengikuti di sampingku.

"Sekitar satu minggu."

"Apa ada orang luar yang tahu aku pingsan?"

"Eh? Tidak. Kami tak mengatakannya pada siapa pun, seperti biasa."

"Baiklah, bagus. Lalu, siapa yang membawaku pulang? Sebelumnya aku berada di ibu kota, kan?"

"Cian yang membawa Anda pulang, Nona."

Jadi, hari itu Tuan menemukanku, ya.

... aku senang.

UHUM!

Jangan memikirkan tentang itu, Mayo!

Ayo makan! Makan!

"Oh, di mana T—Cian sekarang?" tanyaku lagi.

"Cian pergi tadi pagi. Dia bilang akan kembali saat siang."

Ini sudah siang. Seharusnya dia sebentar lagi kembali, kan? Hmm .... Aku ingin bertemu dengannya. Sejak di pesta, aku belum melihatnya lagi.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang