• 47 : Kebahagiaan Setelah Rasa Kesal

62 15 0
                                    

"Dengan keadaan sekarang, kami tak yakin bisa menemukan Yohan dengan cepat, Nona."

Aku menatapnya beberapa detik, lalu menunduk. "Begitu, ya. Saya mengerti, Tuan Roulette."

"Para penyihir disibukkan dengan kemunculan Nona Celestia. Selain itu, distribusi daun suci juga baru setengahnya. Tetapi, wabah sudah menyebar cepat di daerah barat," jelasnya.

"Begitu, ya." Aku tersenyum. "Baiklah, Tuan. Anda tak perlu repot-repot mencari Yohan. Karena dia menghilang di 'area gelap', akan sulit ditemukan. Jadi, saya akan berusaha untuk mencarinya sendiri, hingga beberapa hari. Lalu jika tidak berhasil, saya akan menyerah."

Menyebalkan. Menyebalkan. Menyebalkan. Menyebalkan. Aku benar-benar benci dunia ini. Aku benci peranku.

"Kalau begitu, saya pergi dulu, Tuan. Saya akan kembali ke daerah utara dan melakukan tugas saya seperti biasa."

Meski aku sudah berusaha untuk mengerti, kenyataan kalau dunia ini memuakkan sangat membuatku kesal.

.

.

.

"Mereka mencurigakan," ceplos Temian beberapa langkah setelah meninggalkan gerbang.

"Ya." Aku melipat tanganku di depan dada. "Tapi ... memang begini yang seharusnya terjadi."

Aresy memiringkan kepalanya padaku. "Maksudnya?"

"Suatu saat nanti, akan ada banyak perlakuan seperti ini yang kudapat. Maaf, ya, orang sepertiku malah berkeliaran di sekitar kalian," ujarku sambil mendesah pelan.

"Nona bicara apa?" sentak Aresy. Ia berdiri di depanku sambil menautkan alisnya marah. "Saya yang memilih untuk terus berada di samping, Nona! Jadi jangan merasa rendah begini!"

Temian mengangguk-angguk. "Aresy benar. Yang memilih ada di sampingmu adalah kami. Aku bahkan sampai jauh-jauh ke sini untuk menemuimu."

"Saya dan Temian senang bisa bersama dengan Anda," sambung Aresy lagi. "Kak Yohan ... juga berkata begitu pada saya. Sampai kapan pun, saya akan tetap berada di samping Anda."

"Begitu juga denganku!"

Aku merapatkan bibirku, menahan rasa ingin menangis. "Kalian tahu, jika terus berada di sampingku .... Kalian bisa mengalami hal yang sama dengan Yohan."

"Iya, saya tahu." Aresy memegang tanganku. "Meski begitu, saya akan tetap melindungi Anda."

Temian menepuk bahu Aresy sambil menggeleng-geleng. "Bukan 'saya', tapi 'kami' akan melindungimu."

AAAAAAA--!

AKU MENYAYANGI ANAK-ANAK INI!

GAWAT! GAWAT! GAWAT!

Aku tahu aku harus segera bersiap menghadapi kematian mereka. Tetapi, dengan keadaan ini akan sulit untuk melakukannya!

"Terima kasih. Terima kasih." Aku menarik kedua ujung bibirku. "Terima kasih!"

Sudah berapa kali aku diselamatkan oleh kata-kata penuh perhatian ini? Berapa kali aku dibuat ingin menangis?

Sedikit pun, aku tak merasa lelah mendengarnya.

Sama seperti Carla yang dulu memberikan kata-kata itu padaku, mereka juga melakukannya. Lalu, Carla berakhir mati.

... mereka berdua juga akan seperti itu.

Tak apa. Aku tahu. Aku harus bersiap. Karena tak bisa dihindari, jadi aku akan menghadapinya.

"Sekarang, ayo kita makan dan pulang ke rumah!" seruku bersemangat.

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang