• 44 : Pulang

65 16 1
                                    

Sepertinya, aku tertidur cukup lama. Tubuhku sudah membaik, tak lagi kesakitan seperti saat terbangun kemarin. Sepertinya, aku memang menyembuhkan diri dengan tertidur. Agar ... tak merepotkan, kurasa?

Aku menoleh ke kiri, menemukan langit berwarna abu-abu. Matahari tak terlihat menyilaukan sekarang.

"Kau sudah bangun?"

"Hm?" Aku mengalihkan pandanganku, menemukan seorang laki-laki memasuki kamar. "Emm .... Tuan?"

"Ya," jawabnya. "Bagaimana keadaanmu?"

Aku menyibakkan selimutku, lalu menurunkan kedua kakiku. Tanganku masih memegang boneka panda yang lembut dan hangat. "Aku sudah membaik."

"Baguslah," katanya. "Kau pasti lapar. Aku akan memanggil Aresy."

"Tunggu." Aku terdiam sejenak saat melihatnya kembali menatapku. "Apa aku mengatakan sesuatu saat sakit kemarin?"

"Hm?"

"Saat sakit, aku sering bicara yang aneh-aneh," ujarku sambil tertawa pelan. "Aku tidak terlalu mengingatnya sekarang. Tapi sepertinya, aku mengatakan hal yang tidak-tidak padamu."

Mata hitamnya memandangku dalam, membuatku merasa tak enak. Yah .... 'Cian' memang tampan, jadi aku tak masalah menatap wajahnya. Tapi, tetap saja aku tak suka diperhatikan.

"Tidak," jawab Tuan akhirnya. "Kau tak mengatakan apa pun."

"Oh, baiklah ...." Seingatku, aku mengatakan sesuatu. Apa Tuan memilih untuk merahasiakannya, ya? Apa sesuatu yang kukatakan itu benar-benar hal yang tidak penting? "Aku sudah tidur berapa lama?"

"Empat hari penuh," jawab Tuan.

Aku meregangkan tanganku ke depan. "Sepertinya, ada banyak yang harus dibahas. Benar?"

"Ya, begitulah."

Reaksi Tuan sedikit aneh. Sepertinya, aku memang mengatakan hal yang bodoh saat itu.

Ugh .... Aku tak ingat, tapi aku merasa harus minta maaf.

~•~

Setelah mengisi perut, aku tidak keluar dari ruang makan. Piring-piring sudah dibawa pergi oleh Diana dan pintu pun sudah menutup rapat. Aku duduk di ujung meja, bersama Aresy dan Temian di bangku sampingku. Lalu, Tuan berdiri di pintu, menjaga jaraknya denganku.

Yah, itu bagus, sih. Dengan kondisiku yang sekarang, aku tak yakin bisa menyerap sihir hitam lagi.

"Yang kuingat ... hanyalah Yohan telah tiada," ujarku membuka percakapan.

"Ah, Anda sudah mengetahuinya?" tanya Aresy. Meski nada suaranya terkejut, sorot mata Aresy terlihat sedih. Sepertinya, ia sangat sedih dengan kematian Yohan.

"Aku sempat terbangun saat itu," jawabku sambil menopang dagu. "Sepertinya, aku berbicara dengan Tuan sebelum kembali tidur."

"Kalian membicarakan apa?" tanya Temian, memiringkan kepalanya.

"Entahlah." Aku mengangkat bahu. "Aku juga tak ingat. Yang kuingat hanyalah tentang Yohan saja."

"Begitu ...."

"Ya, begitu." Aku tersenyum tipis, lalu kembali memalingkan pandangan pada Tuan yang berdiri di pintu. "Jadi? Bagaimana kau bisa menemukan Yohan, Tuan?"

"Aku melihat ingatan beberapa orang di 'area gelap', hanya untuk mengetahui wajah mereka. Tetapi, sulit menemukannya saat mereka sudah meninggalkan kota ini, karena para penjaga gerbang hanya melihat mereka berjalan ke area hutan di kanan," jelas Tuan. "Lalu, seorang anak yang kau suruh, datang kemari. Mengatakan kalau ia menemukan orang yang sama."

[TGJ #1] The Tale About Pink Haired VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang