"Tuan, apa kau punya rumah?" tanyaku agak memiringkan wajah, pada Tuan yang berjalan di sebelah kiriku.
"Ya .... Aku punya."
Suaranya terdengar aneh. "Di mana rumahmu?"
"Di puncak gunung Frash," jawabnya membuatku terperangah.
"Kenapa kau mempunyai rumah di tempat seperti itu?" tanyaku agak berseru.
"Gunung Frash tempat yang tepat untuk orang sepertiku."
"Aku tidak mengerti maksudmu."
Gunung Frash sangat terkenal curam. Ada banyak jurang dan bebatuan tajam di sana. Ditambah lagi, hampir tidak ada sumber daya yang berada di Gunung Frash, sehingga semakin sedikit orang yang ingin pergi ke sana. Ada mitos yang mengatakan naga hitam tinggal di sana. Ada juga yang mengatakan Gunung Frash adalah sarang para monster.
"Apa di sana ada naga?"
"Tidak."
"Kalau begitu, ada banyak monster?"
"Tidak."
"Bebatuan curam?"
"Ya."
"Taman bunga?"
Tuan langsung menoleh padaku, membuatku tertawa geli. "Aku bercanda," kataku sambil mengibas-ngibaskan tangan, lalu kembali menunduk, membaca buku jurnalku.
"Ada."
Aku menoleh kaget. "Sungguh?"
Tuan mengangguk. "Ada. Saat akan pergi ke puncak, ada taman bunga yang besar di sana."
"Hebat." Aku berdecak kagum. "Bagaimana taman bunganya? Indah?"
"Entahlah. Aku tak mengerti hal-hal seperti itu," katanya.
"Sayang sekali ...." balasku sambil mengembuskan napas.
"Apa kau ingin melihatnya?"
Aku membalik lembar buku jurnalku. "Yah, tentu aku ingin melihatnya. Tapi tidak sekarang," jawabku sambil membaca tulisan di halaman tersebut. "Mungkin saat semua rencanaku sudah selesai, aku akan memintamu mengantarku ke sana."
... jika aku masih hidup.
"Baiklah."
Yah, hidup atau tidak, aku tak peduli. Aku memang ingin melihat taman bunga di Gunung Frash. Tetapi, aku tidak segitu ingin melihatnya juga.
Karena itu masih terlalu jauh di masa depan. Rencanaku juga belum benar-benar kumulai. Ini baru langkah pertama saja.
Aresy bilang, ia melihat Tuan memiliki rambut warna perak. Tetapi, menurut buku jurnalku yang pertama, aku melihat seseorang dengan rambut berwarna merah saat masih kecil.
"Baiklah, pertanyaan selanjutnya," kataku. "Apa kita pernah bertemu, Tuan? Saat masih kecil ... mungkin?"
Aku menutup buku jurnalku, kembali menyimpannya ke dalam tas sambil terus berjalan. Mengetahui Tuan tak kunjung menjawab, aku segera menatapnya.
"Kau tak ingin memberitahukannya? Atau kau juga lupa sama sepertiku?" tanyaku lagi.
"Kita pernah bertemu."
Seperti takdir saja.
"Jadi, laki-laki yang bertanya padaku saat itu adalah kau?"
"Ya."
"Kenapa?"
Hening beberapa saat, hingga Tuan menggeleng. "Aku tidak tahu."
Hmm .... Aku tertawa kecil. "Aneh sekali. Kau bertanya padaku, kan? 'Apa kau takut' atau sejenisnya? Aku bertanya-tanya kenapa kau berkata begitu."
![](https://img.wattpad.com/cover/252938869-288-k515775.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[TGJ #1] The Tale About Pink Haired Villainess
خيال (فانتازيا)[A Book About Journey] Reinkarnasi? Ah, aku sudah banyak membaca cerita tentang itu di kehidupan sebelumnya. Tapi, siapa sangka aku benar akan mengalaminya? Di dunia yang baru ini, aku hanya akan melakukan apa pun yang kuinginkan! Itulah tekadku. T...