[6] She Is A Secret [6]

11.4K 579 49
                                    

.

.

.

"Mama!"

Sebuah suara membuyarkan lamunan Clara membuatnya menoleh berat ke arah pintu kamar. Pintu berkusen putih itu terbuka sedikit menampilkan sosok kecil menggemaskan yang berambut panjang. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai indah. Gadis kecil itu tersenyum riang membuat eye smile-nya terlihat jelas.

Clara mengatur nafasnya berulang-ulang. Dia tepuk pelan dadanya layaknya mencari kekuatan. Mengapa? Mengapa hanya dengan mengingat Satria membuat dirinya sekacau ini? Clara mendongakkan kepala ke atas dan memejamkan mata sejenak. Meski enam tahun sudah berlalu. Tapi sosok Satria ternyata masih memberikan efek sedahsyat ini untuk dirinya.

"Mama!"

Panggilan itu kembali membuat Clara menoleh. Dia menatap datar sosok kecil yang sedari tadi terus memanggilnya mama itu.

"Kenapa?" tanya Clara.

"Ayo sarapan Ma! Oma sama Opa udah nunggu di meja makan."

Clara menghembuskan nafas dan beralih membereskan make up yang berantakan di atas meja. "Kalian sarapan duluan aja, nanti aku nyusul."

Gadis kecil itu lalu memberengut. "Tapi Rara mau sarapannya sama Mama. Ayo Ma, kita makan bareng! Ma!"

Clara melirik sinis. Merasa kesal saat bocah kecil itu mulai merengek. "Tunggu sebentar!" ujarnya sembari meraih bedak.

Gadis kecil itu hanya mengangguk. Dia menanti Clara dengan sabar sembari tubuhnya bergoyang-goyang kecil. Dia memperhatikan apa yang dilakukan Clara dengan pandangan tertarik. "Mama lagi apa? Dandan ya? Iya, Ma? Mama dandan supaya cantik kayak princess ya, Ma?"

Clara hanya terdiam. Sama sekali tidak berniat menanggapi ocehan bocah kecil itu. Dia menepuk-nepuk bedak di pipi sedikit kasar. Matanya menyipit saat menyadari wajahnya sudah dipenuhi keringat dingin yang menetes. Dan Clara tahu sekali mengapa hal itu bisa terjadi. Clara mendengus dan kembali menaburi wajahnya dengan bedak yang lebih banyak.

"Mama, Rara juga pengen dandan. Rara juga pengen cantik kayak Mama. Dandanin Rara, Ma!" pinta anak itu.

Clara menghempaskan bedaknya dengan kasar lalu menoleh ke arah anak perempuan itu. "Kamu masih kecil nggak perlu dandan-dandan segala! Mau jadi badut, hah?!"

Bocah kecil itu mengerucutkan bibir dan menunduk sedih. Tangannya mengepal ke depan. Ingin menangis tapi dia tidak mau menunjukkannya pada Clara.

Clara menghela nafas. Lagi-lagi dia tidak bisa mengontrol ucapannya saat berhadapan dengan anak itu. Menyudahi acara berdandannya pagi ini, perempuan itu berdiri dengan cepat. Dia mengambil tasnya di atas tempat tidur. Lalu melangkah ke arah gadis kecil yang tertunduk sedih itu.

"Kamu jadi sarapan nggak?" Clara bertanya.

Sontak gadis kecil itu mendongak dan mengangguk senang. "Iya Ma. Ayo, Ma kita makan!" Dia berlarian dengan semangat menarik tangan Clara.

Namun sejurus kemudian Clara melepaskan tautan tangan mereka. Membuat keduanya berjalan sendiri-sendiri. Gadis kecil itu—Andhara berlarian dengan semangat menuju meja makan. Di meja makan kedua orang tua Clara tampak sudah menanti.

"Oma, oma, Mama mau sarapan sama kita!" Andhara berseru dan segera melompati kursi untuknya. Sementara Clara menarik kursi di samping Andhara.

"Kamu mau sarapan apa, Ra? Roti apa nasi?" tanya mama Clara—Intan. Sementara Aldan—papa Clara tampak tenang menikmati kopi susunya di pagi hari.

Clara tidak menjawab. Dia mulai membalik piring dan mengambil dua lembar roti tawar di atas meja. Intan hanya menghela nafas melihat sikap anaknya. Lalu perhatiannya tertuju pada si kecil Andhara yang tersenyum senang. "Kalau Rara mau sarapan apa? Biar Oma ambilin."

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang