[7] This Is All I Have [7]

9.3K 494 16
                                    

.

.

.

Clara membelokkan mini coopernya memasuki pelataran parkir yang luas. Setelah memberhentikan mobilnya di spot parkir miliknya, Clara segera melepas seatbelt yang membelit tubuhnya. Dia menarik nafas panjang dan berusaha menetralkan perasannya yang teramat kacau sepanjang jalan tadi. Dia melirik spion di atas singkat dan mendengkus.

Raut wajah Clara sudah tidak berbentuk. Make up yang tadi sudah dipoleskannya raib entah kemana tergantikan lelehan air mata yang membekas di pipi. Tangannya meraih tissu dan mengusap wajah dengan kasar. Clara meraih tasnya dan mengambil bedak dari dalam. Kepalsuan yang hakiki, pikirnya menatap bedak itu. Selain alat untuk mempercantik diri, bagi Clara make up adalah topeng untuk menghadapi hari-harinya.

Setelah penampilannya cukup menawan ditambah dengan wangi parfum yang menguar Clara keluar dari mobilnya. Dia menatap bangunan tiga lantai di depannya. Ra' Boutique. Itulah tulisan besar yang tercetak di baleho yang terpajang. Meski setiap hari Clara berharap butik yang dikelolanya ini dapat menggantikan semua miliknya yang hilang. Namun semua itu nyatanya berbeda. Sangat berbeda.

Clara menghela nafas dan berjalan mendorong pintu kaca memasuki butik miliknya. Beberapa karyawan yang sedang bersiap memulai hari menoleh dan tersenyum pada Clara. Yang dibalas Clara dengan senyum seadanya. Dia lalu menemukan Dhania—orang kepercayaannya di butik ini sedang berjongkok menyapu lantai.

Clara mengernyit. "Lagi ngapain kamu Dhan?"

Dhania yang sedari tadi sibuk menyapu tidak memperhatikan kehadiran Clara. Dia mendongak dan terkaget saat bossnya tiba-tiba muncul di depan wajahnya. Perempuan dengan tinggi semampai itu dengan cepat berdiri menyapa Clara.

"Baru dateng Mbak?" sapanya cengengesan.

Clara tersenyum tipis. "Iya." jawabnya sembari mengedarkan pandangan menatap suasana butik pagi ini. Para karyawannya tampak mulai bekerja dengan rajin. Clara baru saja ingin beranjak ke ruang kerjanya. Namun Dhania buru-buru menghentikannya. Membuatnya berhenti melangkah. "Kenapa Dhan?"

"Tadi ada telepon Mbak, dari Bu Emy katanya beliau mau komplain soal gaun pertunangan anaknya." lapor Dhania.

Clara seketika mengerutkan keningnya seketika. Dia menghela nafas sejenak. Bu Emy, customernya itu memang cukup rewel. Kali ini apa lagi? "Terus ada lagi?"

"Tadi Bu Djuwita juga telpon Mbak, beliau nanyain kapan bisa fitting baju buat pernikahan anaknya. Katanya waktunya udah mepet, Mbak."

Clara hanya mengangguk menerima laporan Dhania. "Bilang sama Bu Djuwita, beliau bisa mulai fitting hari ini sekitar jam satu atau jam duaan, setelah makan siang. Tapi sebelum itu kamu harus cek semua udah oke apa belum. Saya nggak mau ada mistake sekecil apapun."

Dhania mengangguk paham.

"Buat Bu Emy—" Clara menghela sejenak. "Kita layani kalau beliau komplain lagi. Kalau enggak, ya udah." Dhania kembali mengangguk. "Saya ke atas dulu ya, Dhan."

Tanpa menunggu persetujuan Dhania, Clara segera berbalik dan menaiki tangga yang ada di sisi kanan. Dia membuka pintu berkusen kayu itu dan duduk di kursi kebesarannya seperti biasa. Clara menghempaskan punggung, melatakkan tas sembarangan dan mulai memeriksa tumpukan pekerjaan di atas meja.

Clara meraih kertas-kertas itu yang rata-rata berisi pesanan dari para customer butiknya. Beberapa orderan yang sudah beres tampak dia pisahkan ke sisi kiri. Sedangkan orederan yang masih on going, dia cek perkembangannya. Clara tidak hanya berpaku pada laporan saja. Dia juga langsung menghubungi karyawannya yang sedang menangani pesanan tersebut. Setelah mendapat konfirmasi dari karyawannya, Clara baru menambahkan keterangan pada laporan tersebut.

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang