[70] She Left Them [70]

4.4K 286 23
                                    

.

.

.

Clara menurunkan ponselnya dengan raut lelah. Melemparkan ponselnya asal. Dia lalu mendudukkan diri di kursi kerjanya. Pandangannya menatap meja penuh prihatin. Kertas-kertas dan map menumpuk membuat bentuk mejanya sampai tak terlihat.

Sudah seharian ini Clara tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Karena sesekali dia akan mendongakkan kepala dan mengarahkan pandangan ke sofa. Tempat dimana Andhara bermain.

Untungnya kali ini sudah ada Irina yang menemani anak itu belajar. Ya, sejak tadi Irina tengah mengajari Andhara membaca dan berhitung. Untungnya hal itu tak membuat anaknya merengek menyebalkan.

Clara baru saja akan membereskan kekacauan di mejanya saat ponsel miliknya ganti yang berdering. Membuat geraman tertahan di bibirnya. Namun Clara mematung saat melihat nama Lando sebagai orang yang menghubunginya. Menarik nafas panjang. Dia lalu mengangkat panggilan itu.

"Ya, Al?"

"Hai, my lovely young. Are you free now? Aku pengin ngajak makan siang. Udah lama kita tidak keluar berdua, kan?"

Clara mencerna ucapan Lando. Kata demi kata. Dia menyadari bahwa setelah bertunangan. Intensitas kebersamaannya dengan laki-laki itu malah berkurang. Mereka jarang menghabiskan waktu bersama. Tentu hal itu karena kesibukan Lando yang semakin bertambah. Apalagi dia baru saja mendapat tawaran praktek di sebuah rumah sakit. Membuat laki-laki itu semakin sibuk saja.

Sebenarnya Clara enggan. Dia memang belum makan. Tapi enggan untuk makan. Tapi jika dia menolak ajakan laki-laki itu, tentu Lando akan kecewa.

"Oke," putus Clara akhirnya. "Tapi agak siangan ya, Al. Kerjaanku nanggung kalo ditinggal."

"Okay, no problem sayang. See you at 2 pm."

"Hmm."

Clara lalu menurunkan ponselnya dan meletakkannya di meja. Helaan nafasnya terdengar lebih keras. Mencuri perhatian Irina yang duduk di sofa samping.

"Why Darling? Lo kelihatan bete?" tanya perempuan itu.

Clara menatap perempuan itu hampa. "Lando ngajak lunch." Irina memiringkan kepalanya seakan bertanya apa yang salah dengan hal itu. "Tapi gue lagi males, Irin."

Irina seakan tahu apa yang ada di kepala Clara mencoba menebak.

"But you cant reject it?"

Clara mengangguk-angguk. "Rasanya gue bakal nyakitin dia kalau menolak."

Irina mengangguk-angguk paham. "But, kalo lo sama prince Lando mau pergi. Gimana sama Andhara?"

Clara menoleh malas. "Kan ada lo."

Irina menghela malas. "I am sorry, gue lupa ngasih tahu. Nanti jam tiga gue juga mau pergi. Ada janji privat sama murid gue."

Clara tersenyum tenang. "Nggak apa-apa, nanti papanya Rara bakal dateng kok."

Mata Irina membulat. "Seriously? Rara father will coming?"

Clara mengangguk diikuti ponselnya yang kembali bergetar. Clara meraihnya. "Nih, orangnya nelpon." Dia lalu mengangkatnya. "Ya, hallo?"

"Ra, aku udah di parkiran butik kamu."

"Ya, masuk aja!"

"Ehm," nada suara Satria terdengar ragu-ragu. "Aku harus bilang apa kalo masuk?"

Clara menghela. "Bilang aja mau ketemu aku."

"Oke."

Clara mengakhiri panggilan lalu meletakkan ponselnya lagi. Kembali Irina mengernyit melihat saudarinya itu.

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang