[87] The Uncles [87]

6.2K 384 33
                                    

.

.

.

Berita pernikahan Satria merupakan kesialan sendiri bagi Darga. Bagaimana tidak, setelah rencana pernikahan Satria menjadi topik hangat di kalangan keluarga besar mereka. Darga ikut terseret-seret juga. Mamanya—Janetta mulai mengomporinya untuk segera menikah juga.

Darga jadi muak. Maka itu dia malas sekali pulang ke rumah. Akhirnya di sinilah dirinya berada. Di apartemen si bebek, sekertarisnya. Darga meraup popcorn dalam wadah lalu memasukkannya ke dalam mulut. Duduk bersila dan menikmati film yang diputar televisi di hadapannya.

Darga berdecak saat popcorn dalam wadah itu kandas. Lah, kemana isinya? Apa semua sudah berpindah ke perutnya?

Mau tak mau Darga menoleh pada Nena yang masih sibuk di dapur.

"Nen, popcornnya habis. Bikinin lagi!"

Nena berdecak sebal menatap laki-laki yang selalu mengganggu ketentraman hidupnya itu. Dia berdecih sebal. Mengambil sekotak jagung lalu melemparkannya tepat ke wajah Darga.

"Bikin sendiri! Gue bukan babu lo!" decaknya kesal.

Darga mengambil kotak jagung itu dari wajahnya. Mau tak mau bangkit juga menuju dapur. Dia mengambil panci kecil berniat membuat popcornnya sendiri. Sembari menunggu popcornnya meletup-letup mengeluarkan wangi gurih, Darga bersandar malas di kabinet dapur Nena.

"Lo nggak pulang, Dar? Ini udah jam sebelas juga." Nena menoleh setelah selesai mencuci piring bekas makan malam mereka.

Darga berdecak. "Gue males di rumah. Nyokap lagi cranky gara-gara Satria mau kawin."

Nena hanya tertawa. Tahu sekali kesialan yang menimpa laki-laki itu. "Makanya lo kawin juga sana! Biar Tante Je seneng."

Darga berdecak. "Jodohnya belon dateng!" Dia berbalik saat suara letupan popcorn di belakangnya mulai terdengar.

Darga mengocok-ngocok panci sejenak. Sebelum akhirnya memindahkan popcorn itu ke dalam baskom. Darga tersenyum puas saat popcornnya matang. Dia lalu membawa ke depan televisi. Baru duduk sejenak untuk meraup popcorn, suara ponsel menginterupsi kegiatannya.

Darga kembali berdecak saat tahu Satria yang menelponnya. Si sumber masalah.

"Hallo, apaan?" jawabnya cuek.

"Dar, sorry ganggu. Besok lo free nggak? Gue mau minta tolong."

Darga mengernyit. "Free sih. Mau minta tolong apaan?"

"Besok lo bisa jagain Rara, nggak? Please, gue minta tolong banget."

Darga melotot. "Lah, kenapa mesti gue?"

Lalu desahan Satria terdengar. "Masalahnya gue sama Clara ada meeting sama orang WO. Nggak ada yang bisa jagain Rara. Soalnya nyokap kita pada ikut. Bokapnya Clara lagi di luar kota. Bokap gue nge-handle kantor. Zahra ada acara kampus. Irina juga lagi nggak bisa jagain Rara." Satria mendesah. "Please, cuma lo yang bisa gue andelin. Tolongin gue, Dar. Rara anaknya manis kok. Nggak bakal ngerepotin lo."

Sekarang ganti Darga yang mendesah. Astaga! Mengapa Satria malah menjadikannya babysitter anaknya? Dia meraup wajah kasar. "Gue cuma jagain Rara doang, kan?"

"Iya, lo cuma jagain dia aja."

"Oke, gue bakal bantuin lo." putusnya cepat.

"Thanks, Dar. Gue tahu lo bisa diandelin."

Setelahnya sambungan terputus. Darga menghempaskan ponselnya di sofa. Astaga! Mengapa dia malah menyanggupi permintaan Satria? Dia berdecak sendiri.

***

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang