[15] Spent Night With The Gengs [15]

7K 248 16
                                    

.

.

.

"Lo tadi ngelamun kenapa?"

Sebaris pertanyaan Darga itu memecahkan keheningan yang sejak tadi membalut di dalam pajero sport putih milik laki-laki itu. Dia yang tengah mengemudi berdeham menyadarkan Satria yang tenggelam dalam lamunan. Haah. Diam-diam Darga menghela prihatin melihat Satria yang sepanjang hari ini seperti robot. Hanya angguk dan geleng saja yang dilakukannya.

Bahkan dalam meeting dengan perusahaan dari China tadi yang Satria lakukan hanya diam. Padahal Darga tahu, jika mendapat proyek dari perusahaan besar, sepupunya itu biasanya sangat bersemangat. Namun kali ini Satria hanya diam. Diam seperti patung. Menyebalkan.

"Ehm!" Darga berdeham keras. "Gue bukan kacang kaleeee!" lanjutnya dengan nada lebih keras.

Dan untungnya suara keras Darga itu berhasil mendapat respon dari laki-laki di sampingnya meski hanya tolehan kepala singkat.

"Lo kenapa Dar?" Satria mengernyit tidak mengerti.

Darga balas menatap dengan raut datar. Lalu berdecak kesal. "Lo itu yang kenapa. Kok malah nanya gue sih?"

Satria mengerjap beberapa kali. Lalu tersenyum tipis saat menghela nafas. "Nggak kenapa-kenapa gue."

Darga berdecak. "Bokis. Ck!" Sembari memainkan kemudi Darga kembali melirik Satria. "Jangan kira lo bisa begoin gue ya, Sat. Please, kita udah kenal dari bayi jadi gue tahu apa yang ada di otak lo itu!"

"Kalo lo udah tahu, kenapa harus nanya lagi?"

Darga membalas datar, tangannya menggaruk kepala. "Ya, siapa tahu tebakan gue salah. Bisa aja."

Satria bersedekap. Dia suka jika sudah berbau tebak-tebakan seperti ini. "Emang lo nebak apa?"

Darga menoleh pada Satria dengan tatapan meremehkan. "Yakin mau tahu tebakan gue?"

Satria tertawa mengiyakan.

Darga menoleh sepenuhnya pada Satria untuk melihat reaksi sepupunya. "The one and only-Clara."

Dan kebisuan kembali menyelimuti Satria saat mendengar sebaris kalimat dari Darga. Dia kembali menolehkan kepala memandang pada langit malam yang sedikit mendung. Darga seketika paham bahwa tebakannya benar. Dan dia tak bisa melakukan apa-apa selain membiarkan Satria larut kembali dalam kegalauan.

"Gara-gara lihat lo sama Nena, gue jadi inget masa-masa gue jalan sama Clara." Satria tersenyum tipis. Lalu ingatannya kembali menayangkan kebersamaan mereka yang masih terasa indah-meski hanya bisa dikenang.

"Tunggu, tunggu," Darga menyela saat menyadari ada kalimat aneh dalam ucapan Satria. Dia mengangkat alis heran. "Kenapa lo bawa-bawa gue sama si Bebek?"

Si bebek adalah panggilan khusus Darga untuk Nena-karena perempuan itu senang bicara dan bermulut lancip seperti bebek.

Satria kontan tertawa. "Lo nggak nyadar? Lo berdua itu lucu kali kalo disatuin."

"Cih!" Darga berdecak. "Nggak usah ngimpi. Siapa juga yang mau sama bebek cerewet kayak dia!"

Satria tertawa keras. "Lo nggak boleh gitu. Siapa tahu Nena jodoh lo."

Raut Darga berubah horror. "Enggak lah! Apaan sih lo! Jodoh gue itu Clarissa bukan Nena!"

"Iya, iya, serah lo."

Satria mengiyakan saja. Karena jika dia kembali menyahuti, perdebatan mereka akan menjadi panjang. Satria menyandarkan kepalanya pada jok. Matanya menatap deretan mobil yang merayapi jalan raya di malam mendung seperti ini.

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang