.
.
.
Clara tahu jantungnya semakin berdebar tak karuan saat Irina memasukkan mini coopernya ke dalam area rumah sakit yang cukup dikenalnya. Menatap Irina sejenak, Clara seakan ingin memastikan apakah Satria benar dirawat di rumah sakit ini. Dan Irina hanya menunjukkan pesan yang dikirimakan Marlo untuknya kepada Clara.
Setelah Irina memarkirkan mobil mereka. Clara dan Irina mulai memasuki area rumah sakit yang sudah sepi dan gelap. Berbekal informasi dari Marlo dan plang penunjuk arah yang terpasang. Akhirnya Clara dan Irina sampai juga di area kamar VIP, tempat Satria dirawat.
Menemukan nomor yang sama dengan yang dikirimkan Marlo pada Irina. Clara malah mematung di depan pintu. Tangannya bergetar saat Clara akan membuka pintu itu. Melirik ke kiri dan kanan sejenak, Clara ingin memastikan tidak ada orang yang dia kenal di sekitar sini. Dia tidak ingin Marlo atau siapapun itu memergokinya datang disini.
Dengan cepat Clara membuka pintu. Bola matanya bergetar saat menemukan Satria terbaring disana. Dengan infus melilit di tangan dan alat bantu pernafasan yang terpasang. Diikuti bunyi menyeramkan alat monitor pendeteksi denyut jantung disana.
Clara merasakan seluruh tubuhnya lemas saat melihat bagaimana Satria terbaring disana. Tanpa bisa ditahan air mata Clara mengalir deras. Dengan langkah tertatih dia menghampiri Satria di ranjang.
Saat Clara melihat wajah Satria yang memucat, tubuhnya kembali merosot ke bawah. Menyisakan tangan yang menggenggam telapak lelaki itu.
Dalam bayangan Clara, dia menyesal karena selama ini tidak bisa menunjukkan sikap yang layak kepada laki-laki itu. Padahal Satria sudah berusaha keras membujuk dan meyakinkannya. Namun Clara lebih memilih menuruti egonya dengan terus menyalahkan laki-laki itu atas segala hal yang terjadi. Padahal Clara tahu jelas bahwa ini bukan kesalahan Satria semata. Dia turut andil dalamnya.
Saat melihat Satria terluka seperti ini. Titik-titik penyesalan memenuhi rongga dadanya.
Sat, maafin aku. Aku mohon maafin aku yang udah buat kamu kayak gini. Satria aku mohon, bangun dan maafin aku.
"Sat—" panggil Clara lirih dengan tangannya menggenggam tangan Satria yang terlilit infus. "Bangun, please!"
Clara tahu bahwa dia adalah perempuan bodoh yang hanya mementingkan egonya. Tak pernah dia tahu bahwa Satria sama menderitanya seperti Clara. Beruntung Satria mau menerima Andhara dengan baik. Tidak pernah mendebat atau mempertanyakan, Andhara benar anaknya atau bukan.
Namun demi memuaskan egonya Clara selalu menolak kehadiran laki-laki itu. Selalu berdalih bahwa hubungan keduanya hanya sebatas sebagai orang tua Andhara.
Berkali-kali Clara mengatakan bahwa mereka tak bisa kembali bersama. Meski Satria terus memintanya kembali. Padahal kenyataannya—nyatanya perasaan Clara untuk laki-laki itu tak pernah mati. Lalu sekarang dia harus bagaimana?
"Satria, aku mohon, maafin aku. Maafin aku. Aku yang udah egois dan menyakiti perasaan kamu. Aku mohon maafin aku, Sat." Clara semakin erat menggenggam tangan laki-laki itu dengan air mata terus membasahi tempat tidur.
"Bangun! Kenapa kamu nggak mau bangun? Bangun Satria?!" Clara sedikit mengguncangkan tubuh Satria. Namun lelaki itu tak juga menunjukkan tanda kehidupan selain monitor yang terus berbunyi konsisten.
Clara tak bisa menyurutkan tangisnya saat Satria tak kunjung bergerak menunjukkan tanda kehidupan. Maka dia semakin erat menggenggam tangan Satria. Menyentuh wajahnya dengan lembut. Terus menangis menyebut nama laki-laki itu.
"Satria, bangun Sat! Bangun! Aku mohon! Aku mau minta maaf sama kamu. Aku bener-bener nyesel, Sat! Bangun!"
Clara terus menangis. Tak peduli bahwa lututnya pegal bertumpu pada lantai yang dingin. Karena yang dirasakannya saat ini adalah penyesalan yang terus menggerogoti hati dan jiwanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
RomanceSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...