[41] He Must Go Home [41]

6K 296 18
                                    


.

.

.

Clara menatap teddy bear besar dan sebuah kotak kue yang tergeletak di lantai begitu saja. Mengambil kedua benda itu lalu meletakkan di atas meja. Clara mengambil duduk di sofa. Diintipnya sedikit apa isi kotak itu. Ternyata strawberry shortcake yang creamnya sudah hampir mengenai kotaknya. Menghela nafas, dia menaruh kotak itu kembali ke atas meja.

Merebahkan kepalanya di sofa, Clara memejamkan matanya erat-erat. Teringat bagaimana perasaannya bergejolak hebat saat menatap Satria tadi. Juga ketika melihat laki-laki itu gigih membujuk Andhara. Hingga akhirnya anak itu luluh dan mau menerima Satria sebagai papanya.

Clara tak tahu apa yang merasuki dirinya. Karena hatinya tiba-tiba bergejolak, menimbulkan sensasi layaknya kembang api. Membuat kepalanya nyaris pening. Lalu diliriknya ke arah meja makan yang beberapa saat lalu dia tinggalkan.

Dari sini Clara masih bisa mendengar celoteh riang Andhara yang selalu ingin menarik perhatian papanya. Juga Satria yang menanggapi celoteh anaknya dengan lembut. Intan juga terus memancing obrolan dengan Satria. Lalu Aldan yang menyahut tak kalah ramahnya. Pemandangan itu seolah ingin menyakiti Clara. Bahwa semua orang di rumah ini menerima Satria kecuali dirinya.

Tiba-tiba seseorang menduduki tempat di sisinya membuat Clara menoleh. Ternyata Andhara dengan senyum manisnya. Dia juga menyadari Satria tengah berdiri di belakang sofa yang didudukinya.

"Papah, ayo duduk sini!" Andhara menyeret tangan Satria membuat laki-laki itu duduk di sofa seberang.

Sedangkan Andhara segera melompat ke dalam pangkuan Satria. Bocah kecil itu memainkan jemari-jemari Satria yang besar.

"Papa suka boneka nggak? Ayo, kita main boneka, Pah!"

Andhara melompat turun dan menarik tangan Satria membawa laki-laki itu ke tempat bonekanya yang berserakan tadi. Bocah itu meminta Satria duduk di hadapannya. Sedangkan Andhara duduk di sisi satunya. Di tengah-tengah mereka berdiri rumah-rumahan boneka yang sangat besar.

"Papah, pegang yang ini," Andhara menyerahkan boneka bebek pada Satria sedangkan untuk dirinya sendiri memegang boneka kucing.

Satria pasrah saja saat Andhara menyerahkan dua boneka itu padanya. Meski dia tak begitu mengerti dimana letak keasyikan dari boneka-boneka yang ada di sekelilingnya. Namun demi Andhara apapun akan dirinya lakukan. Meski dia juga harus berpura-pura bicara pada boneka-boneka itu. Seperti yang anak-anak lain lakukan, memperlakukan boneka selayaknya teman sendiri.

Satria pasti akan melakukannya agar Andhara-nya merasa bahagia. Karena semua hal ini tak akan menebus waktu yang dilewatinya selama lima tahun lamanya.

Satria menirukan suara bebek membuat Andhara tertawa riang. Anak itu lalu meminta Satria menirukan suara binatang-binatang lainnya. Satria melakukannya dan Andhara tertawa senang mendengarnya.

"Haungg! Haungg!" Andhara menggigitkan boneka harimaunya ke paha Satria. Membuat laki-laki itu segera berakting pura-pura kesakitan.
"Arrrghhh!" Satria pun terjatuh.

"Papa jangan pingsan!" Andhara berteriak panik. "Rara harus panggil dokter!"

Andhara bergegas mengambil tas dokter-dokteran miliknya dan memakai peralatan yang ada di dalamnya. Stetoskop mainan juga alat bedah mainan.

"Papa bangun, dokternya udah datang!" Andhara segera meletakkan stetoskopnya ke dada Satria.

Satria membuka matanya saat merasakan ada sesuatu yang menyentuh dadanya. Rupanya Andhara sudah beralih profesi. Dari penjaga kebun binatang menjadi seorang dokter. Ah, mudahnya anak kecil berganti profesi layaknya berganti pakaian.

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang