[51] Something That Can't Be Changed [51]

3.9K 207 14
                                    

.

.

.

Pagi harinya Satria sudah bersiap meninggalkan apartemennya. Dia sudah rapi, wangi dan tampan tentu saja. Dan dia sudah siap dengan misinya pagi ini. Melangkah cepat menuju crv abu-abunya di basement. Dia menatap jam tangannya dengan cemas. Semoga Clara belum berangkat ke butiknya. Namun meski sudah berangkat Satria tidak keberatan jika dia harus menghampiri ke butik perempuan itu. Toh, dia sudah tahu dimana letaknya. Yang harus dia antisipasi adalah reaksi Clara ketika Satria muncul disana.

Satria menggigit bibir cemas saat di depannya mobil-mobil mengular memadati jalan. Mendesah panjang, Satria merebahkan kepalanya di jok. Macet selalu menjadi hal memusingkan di pagi hari. Terus melirik jam tangan, dia berharap masih bisa menemui Clara di rumahnya.

Satria bernafas lega saat dia berhasil membelokkan crv miliknya di perumahan tempat Clara tinggal. Memasukkan mobilnya ke halaman rumah Clara. Satria turun dari mobil dengan senyuman lebar. Dengan semangat dia mengetuk pintu. Sedikit berharap Clara yang akan membukanya.

Pintu terbuka, dan wajah Intan muncul dari sana, dengan senyuman yang tak kalah lebar.

"Selamat pagi, Tante," sapanya ramah.

"Selamat pagi juga, Satria. Yuk masuk!"

Satria mengangguk lalu mengikuti langkah Intan memasuki rumah. Ragu dia bertanya. "Tante, Claranya ada?"

"Ada," Intan mengangguk membuat Satria bernafas lega. "Lagi pada sarapan. Mau gabung sarapan juga?"

Satria hanya tersenyum canggung. Kalau diizinkan dia tidak keberatan. Karena dia belum sempat mengisi perut sebelum berangkat tadi.

"Rara, lihat nih siapa yang dateng?" Intan berseru.

Andhara tersenyum sumringah melihat Satria. Segera saja gadis kecil itu melompat turun dan dengan semangat menghampiri Satria.

"Papa!" serunya memeluk pinggang Satria.

Satria segera berjongkok dan mengecup kening Andhara. "Hai anak cantiknya Papa. Udah mandi belum?"

"Udah dong, Pa!" Namun raut Andhara seketika cemberut. "Papa kemarin kok nggak kesini. Rara kan kangen."

Satria membelai wajah anaknya itu. Menatapnya penuh sayang. "Maafin Papa ya sayang. Kemarin Papa banyak kerjaan. Jadi nggak bisa nemuin Rara, deh. Rara mau kan maafin Papa?"

Andhara mengangguk meski dengan raut cemberut. Dia lalu menarik Satria menuju meja makan. Untuk sarapan bersama. Satria tersenyum pelan pada Aldan. Lalu menatap Clara yang masih duduk di meja makan. Perempuan itu hanya melirik Satria sekilas.

Sarapan itu tak berlangsung lama. Karena Satria dan Clara harus pergi bekerja. Andhara menunduk sedih saat papa dan mamanya sudah beranjak dari meja.

"Papa mau pergi," Andhara cemberut.

Satria segera menenangkan anaknya. "Sayang, jangan sedih. Nanti sehabis kerja, Papa balik ke sini lagi kok. Jangan sedih, princessnya Papa." Satria mengecup lama pipi Andhara.

Andhara mengulurkan kelingkingnya. "Promise, Pa?"

Satria tersenyum dan mengaitkan kelingkingnya juga. "Promise!"

Setelah Andhara berhasil ditenangkan. Satria segera mengejar Clara yang sudah akan pergi. Dia menarik sebentar tangan perempuan itu.

Clara menatap sengit. Segera melepaskan tangannya. "Kenapa?"

Satria menghela. "Aku mau bicara Ra, sama kamu."

Clara mendengus malas. "Kamu mau ngomongin apa lagi? Emang yang kemarin kurang?"

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang