.
.
.
Pagi-pagi sekali Andhara sudah membuat ulah. Dia tidak mau makan jika Clara tidak mau mengajaknya pergi ke butik. Gadis cilik itu memanyunkan bibir dan menggoyang-goyangkan kakinya di bawah kursi. Sementara kepalanya ditidurkan di atas meja. Segala bujuk rayu Aldan dan Intan tak mempan membuat gadis kecil itu menyentuh makanannya.
"Rara nggak suka ya, sama nasi goreng udangnya?" Intan membujuk perlahan. "Terus Rara mau makan apa kalo gitu?"
Andhara menggeleng masih dengan bibir mengkerucut. "Rara nggak mau makan!"
Aldan mendesah menatap cucunya. "Nanti kalo Rara nggak makan, sakit perut lho, sayang. Memangnya Rara mau perutnya sakit?"
Masih dengan kerucutan bibir anak itu menggeleng pelan. "Rara mau makan, tapi nanti Rara mau ikut Mama ke butik."
Clara sudah menahan kesabarannya sedari tadi. Dia menatap tajam anaknya. Entah mendapat ide dari mana hingga Andhara bersikeras ingin ikut dengannya ke butik hari ini.
"Andhara! Mama itu mau kerja! Bukan jalan-jalan! Jadi kamu nggak bisa ikut!" Clara menatap tajam anaknya.
Seolah tak takut dengan sorot tajam yang Clara berikan. Andhara malah semakin memanyunkan bibir. Mengeluarkan raut protes ke arah mamanya.
"Semuanya gitu! Kenapa Mama harus kerja?! Papa juga kerja! Terus Rara sama siapa?" gerutunya lucu.
Intan tersenyum menatap cucunya yang semakin pintar itu. "Rara kan sama Oma di rumah. Kita bisa main kayak biasanya lho, sayang. Mau ya?"
Andhara menggeleng tegas. Lalu menggembungkan pipi tanda protes. "Rara nggak mau! Rara maunya ikut Mama!"
Intan mengernyit heran. Tidak biasanya Andhara bersikap seperti ini. Ada apa sebenarnya? "Rara kenapa sih, kok nggak mau main sama Oma?"
Andhara hanya menggeleng. "Rara nggak mau sama Oma. Rara maunya sama Mama sama Papa."
Intan menghela nafas. Baiklah, dia akan menganggap cucunya sedang ingin bermanja-manja dengan papa dan mamanya.
Clara segera memundurkan kursi. Tak bernafsu lagi menghabiskan makanan di piringnya. Mendengar rengekan Andhara membuat tensi darahnya naik saja. Mendengus sebal Clara bangkit berdiri dan meraih tasnya.
Tak lama kemudian Andhara ikut turun dari kursi dan mengejar mamanya. Langkah kakinya terdengar buru-buru.
"Mama tunggu! Rara mau ikut, Mama!"
Andhara berlarian mengejar Clara hingga tangan kecilnya berhasil menarik baju yang dikenakan mamanya. Intan dan Aldan pun sigap mengejar cucu mereka. Meninggalkan meja makan yang masih berantakan.
"Andhara!" Clara mengerang kesal sekaligus jengkel. Sorot tajamnya kembali menatap Andhara. "Jangan ditarik-tarik bajunya! Kamu kenapa sih?!"
Andhara memundurkan langkah. Wajahnya tertekuk sebal.
"Rara, main sama opa aja yuk! Atau jalan-jalan yuk! Mau ya!" Aldan menghampiri dan membujuk.
Tapi Andhara tetap menggeleng lemah. Dia tidak ingin jalan-jalan. Dia tidak ingin bermain. Dia hanya ingin bersama mama dan papanya.
"Rara cuma mau sama Mama sama Papa. Papa kemana Opa?"
Aldan tentu tak bisa menjawab pertanyaan polos cucunya itu. Maka dia berganti menatap sang istri. Intan hanya menghela nafas pasrah. Lalu beralih menatap Clara cukup lama.
Clara mendesah lalu mendudukkan diri di kursi. Perasannya saja atau semenjak Andhara mengenal papanya dia menjadi sedikit keras kepala. Padahal dulu hanya dengan satu gertakan saja, Andhara akan menurut dan diam. Tapi sekarang, anak itu sudah bisa mulai membangkang. Ngambek bila permintaannya tidak dituruti.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
RomanceSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...