.
.
.
Satria hanya saling meremas kedua tangan saat Clara selesai bercerita. Dia bahkan baru tahu jika Clara menyematkan namanya di belakang nama anak mereka. Membuat rasa haru menyeruak tiba-tiba. Untuk kedua kalinya bangkit dari posisi duduk. Satria bisa melihat air mata bening melingkari kelopak cantik milik Clara.
"Ra—aku—"
Satria tahu segala apapun yang ingin diucapkannya tak akan mampu mengurangi beban perempuan itu. Selama enam tahun Clara menanggung beban itu sendiri. Akibat dari hal yang dia lakukan. Satria tak bisa menahan wajahnya yang memanas. Sungguh kata maaf pun tak cukup untuk mengobati rasa sakit Clara selama ini.
"Ra, aku tahu, maafku nggak akan merubah apapun. Nggak akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Aku tahu itu."
Satria mengatur nafasnya yang terasa sesak.
Clara tak merubah posisinya, masih memandangi langit malam. Kedua tangannya bersedekap erat. Tak berniat menyusuti air matanya yang mengalir.
"Baru tiga tahun kemudian, aku kembali ke Indonesia. Disini aku memulai hidup baru." Clara tersenyum getir.
Satria tak bisa menyembunyikan sesak yang dadanya rasakan. Dia terpaku menatap lantai balkon yang dingin. Hingga Clara sudah berjalan melewatinya tanpa kata.
Satria menatap pungggung itu dan mengejar. "Menikah sama aku, Ra. Dan kita bikin keluarga sesungguhnya untuk Rara."
Satria tahu itu bukanlah omong kosong belaka. Karena menikahi Clara adalah tujuan hidupnya saat ini. Apalagi mengingat bagaimana sikap Andhara tadi, membuat keinginannya semakin kuat.
Clara tahu langkahnya otomatis terhenti saat mendengar ucapan Satria. Dia bisa merasakan dadanya berdegup kencang hingga seluruh tubuhnya menegang. Clara berbalik, menatap Satria yang sudah berdiri di belakangnya. Menatap dalam laki-laki itu hingga tawa kecilnya keluar.
"Nikah? Yang bener aja?! Aku nggak mau!"
Bola mata Satria melebar. Tak menyangka Clara akan menolak secepat itu. "Tapi kenapa Ra?" Satria tak bisa menemukan alasan mengapa Clara menolaknya. "Aku pengin memperbaiki semua kesalahanku. Kasih aku kesempatan, Ra. Marry me, please."
Dan Clara masih tertawa seakan yang baru didengarnya adalah sebuah lelucon. Maka dia maju mendekati Satria. "Denger ya Sat, aku mau nemuin kamu lagi bukan untuk mendapatkan apapun dari kamu. Terutama belas kasihan kamu! Aku ngelakuin semua ini buat anak kamu! Aku nggak mau kalau sampai besar nanti Rara nggak mengenal siapa papanya. Selebihnya aku mau kita jalani hidup kita masing-masing aja. Nggak usah saling ikut campur! Paham!"
Satria mendesah panjang. Dia tahu Clara telah salah paham dengan maksudnya. Sungguh dia tak bermaksud demikian. Tak ada belas kasihan apapun. Semua ini dia lakukan karena hanya Clara, perempuan yang dicintainya. Lalu dengan hadirnya Andhara maka bulat sudah tekat Satria untuk menjadikan mereka keluarga yang utuh.
"Tolong jangan berfikiran yang macem-macem, Ra. Aku mencintai kamu. Maka itu aku pengin menikah sama kamu. Aku nggak bermaksud apapun. Aku hanya pengin kita seperti dulu. Kita juga bisa membesarkan anak kita bersama."
Clara mendecih. Senyum angkuhnya masih terpatri cantik di wajah. "Segampang itu kamu ngajak aku nikah, Sat?" Clara menarik nafas panjang. Jemarinya menunjuk-nunjuk Satria. "Kamu bahkan nggak tahu gimana kerasnya usaha aku untuk sampai di posisi ini! Dan kamu dengan gampangnya menawarkan sebuah pernikahan. No! Aku nggak mau!"
Satria mengatur nafasnya. Emosi mulai memantik dalam hatinya. Mendengar segala alasan yang tak masuk akal itu. Satria mulai paham jika Clara sedang menguji kesungguhannya. Maka jika dia benar melakukan itu, Clara berhadapan dengan laki-laki yang salah. Karena bagi Satria, tidak ada yang tak dia lakukan untuk seorang Clara Regina Anandhina.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
RomanceSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...