[46] He Wasn't Go Home [46]

4.3K 250 10
                                    

.

.

.

Crv abu-abu milik Satria sudah memasuki perumahan tempat Clara tinggal. Dia membelokkan mobilnya memasuki halaman rumah Clara. Dia tersenyum pada Andhara juga Clara yang masih duduk di kursi belakang.

Dari dalam mobil Clara bisa melihat mobil milik papanya sudah terparkir rapi. Yang menandakan bahwa kedua orang tuanya sudah pulang ke rumah. Clara juga sudah memberi tahu jika dia sedang keluar dengan Satria dan juga Andhara.

Satria membukakan pintu mobil untuk Andhara dan tersenyum manis. "Silahkan princessnya Papa yang cantik."

Andhara masih enggan tersenyum meski sang papa memanggilnya cantik. Karena dia tahu bahwa dia belum merasa puas bersenang-senang dengan Satria.

Baru saja Satria ingin membukakan pintu mobil untuk Clara. Tapi perempuan itu sudah muncul terlebih dahulu dengan dua kantong belanja miliknya. Satria tersenyum tipis.

"Ini belanjaanku. Punya kamu masih di dalem." Clara berujar pelan lalu berjalan melewati Satria begitu saja.

Satria hanya mengangguk. Melirik jam tangan sekilas. Sudah hampir jam sepuluh malam. Dia harus berpamitan dulu dengan orang tua Clara. Maka Satria pun mengikuti Clara.

"Oma!!!"

Andhara berteriak senang saat Intan membukakan pintu. Gadis kecil itu segera melompat dalam pelukan omanya. Aldan tersenyum di belakang istrinya. Apalagi saat melihat Clara dan Satria memasuki rumah.

"Rara dari mana aja? Jalan-jalan kok nggak ngajak Oma, sih?" Intan menjawil hidung Andhara, menggoda cucunya.

Andhara tersenyum senang. "Rara jalan-jalan sama Papa dan Mama dong, Oma. Seru banget! Tadi kita ke hero terus makan steak!"

Intan tersenyum senang mendengar penuturan cucunya. Jelas sekali anak itu senang bisa berjalan-jalan dengan kedua orang tuanya. Karena Intan tak pernah melihat cucunya segembira ini sebelumnya. Dan ini pasti karena kehadiran laki-laki itu. Satria.

Satria menatap Clara, melalui tatap matanya laki-laki itu menanyakan apakah dia harus berpamitan sekarang atau nanti. Clara menatap malas dan mengedik acuh.

Satria maju mendekati Aldan dan Intan. Tersenyum pada kedua orang tua Clara.

"Tante, Om, saya pamit ya. Maaf kalau saya kelamaan ngajak Clara dan Andhara keluar."

Aldan dan Intan saling berpandangan. "Mau langsung pulang?" Satria mengangguk. "Nggak makan dulu Satria?" tanya Intan.

Satria tetap tersenyum. "Tadi udah makan sama Rara dan Clara, Tante." Intan mengangguk paham. Satria segera menyalami tangan Intan dan Aldan. Dia lalu beralih pada Andhara.

Satria tersenyum membelai wajah anaknya. "Sayang—"

Seakan tahu apa yang akan dikatakan papanya, Andhara bergerak mundur. Menatap Satria dengan mata beningnya. Jangan katakan, kalau papanya akan pergi lagi.

"Ra, Papa pulang ya," Satria meraih tangan kecil Andhara.

Namun Andhara segera menepisnya membuat Satria tersentak. Apalagi saat Andhara terus bergerak mundur. Dari sini pun Satria sudah bisa melihat raut kesedihan yang terpancar dari wajah anaknya. Membuat perasaannya mencelos terluka.

"Papa jahat!" Andhara tahu-tahu berteriak membuat keempat orang dewasa itu kaget.

"Papa bilang nggak bakal pergi! Tapi kenapa Papa malah mau pulang?! Papa bohong! Papa bohongin Rara!" Andhara mengamuk. Dia bahkan melepaskan jaketnya dan melemparnya ke wajah Satria.

You Got ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang