.
.
.
Satria mengerjapkan matanya saat sinar matahari perlahan-lahan menerpa wajahnya. Mengerang sejenak, Satria meraba-raba sisi di sampingnya. Kosong. Itu yang dia rasakan. Membuat mata Satria terbuka lebar. Lalu menatap kamar bernuansa pink di sekelilingnya. Ah, benar semalam dia kembali menginap di rumah Clara. Lalu tidur dengan memeluk anak tersayangnya.
Tapi Andhara sepertinya sudah bangun. Terbukti dari kamar yang kosong hanya terisi dirinya saja. Satria menguap sambil menyambar ponselnya di nakas. Matanya melotot saat menyadari waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
Satria sedikit me-refresh otaknya, mengingat-ingat apa saja yang terjadi semalam. Hujan yang turun deras, membuat Intan menyarankan Satria untuk menginap saja. Apalagi melihat tubuh Satria yang sudah basah kuyup.
Setelah apa yang terjadi semalam, tak ada pembicaraan apapun antara Satria dan Clara. Setelah makan malam, Clara mengurung diri di kamar. Satria sedikit mengintip untuk memastikan perempuan itu baik-baik saja. Rupanya Clara sedang berbicara dengan Irina melalui telepon. Menceritakan apa yang terjadi pada perempuan itu.
Satria menghela nafas panjang. Lalu perlahan bangkit dari tempat tidur anaknya. Mengambil baju ganti yang dia titipkan di almari anaknya. Satria lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah segar dan rapi, Satria keluar dari kamar anaknya. Melirik kamar Clara yang tertutup rapat, dia sebenarnya ingin mengintip. Tapi--tidak apalah. Perlahan, dia membuka pintu kamar itu dan—kosong. Clara tidak ada di dalam. Kemana perempuan itu?
Dengan kernyitan tajam, Satria melirik sekitar. Mengapa rumah ini jadi sepi? Seperti tidak ada siapapun di dalamnya. Masih dengan mengernyit dia turun ke lantai bawah. Disana juga dia tidak menemukan siapapun. Membuat Satria bingung.
Menuju dapur, Satria mengambil gelas dan menuangkan air putih. Keadaan rumah yang sepi membuatnya bertambah bingung. Apa dirinya ditinggal sendirian disini?
Namun dugaan Satria salah saat menemukan Aldan melangkah dari halaman belakang. Sedikit lega, karena dirinya tidak sendirian disini.
"Om," sapa Satria pelan.
"Oh, kamu sudah bangun, Satria?" tanya Aldan. Satria hanya mengangguk malu.
Satria mengamati langkah ayah Clara yang masuk ke dalam dapur. Mengambil cangkir, ingin menyeduh kopi sepertinya. "Kamu mau sekalian?"
Satria tergagap, "eh, nggak usah, Om. Saya bikin sendiri aja."
Tentu saja Satria tidak enak jika membiarkan kakek dari anaknya itu yang membuatkan minum untuknya. Meski dia memang tamu disini.
Aldan lalu menyerahkan cangkir itu kepada Satria. Diam-diam mengamati bagaimana laki-laki itu meracik kopi. "Kamu nggak suka manis?" tanya Aldan saat melihat Satria hanya menambahkan sedikit gula ke dalam cangkir.
"Nggak terlalu, Om." Satria tersenyum tipis. Kedua matanya kembali berputar menatap sekeliling.
Seakan mengerti arti dari tatap mata Satria. Aldan segera menjelaskan. "Clara sedang keluar. Bersama Andhara dan mamanya. Tadi Irina datang pagi-pagi. Lalu mengajak mereka beli sarapan di luar." jelas Aldan. Satria hanya mengangguk-angguk. "Mamanya Clara juga berpesan, kamu jangan pulang dulu sebelum sarapan."
Satria hanya mengangguk. Aldan lalu mengajak Satria unuk mengobrol di halaman belakang. Satria mengangguk patuh, mengikuti langkah laki-laki itu. Hingga mereka akhirnya duduk di kursi belakang. Berhadapan dengan kolam renang yang tenang.
Aldan menyeruput kopinya lalu menatap Satria lekat-lekat. Membuat laki-laki muda yang ditatapnya menjadi gugup. "Om sebenarnya ingin ngobrol dengan kamu dari kemarin." Aldan terkekeh. "Tapi setiap kali kamu datang. Andhara lebih dulu memonopoli kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
RomanceSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...