.
.
.
"Sat, aku mau nanya deh?" Clara memajukan tubuhnya dan melirik sekilas wajah pacarnya dalam spion motor laki-laki itu.
"Apa?" Satria menoleh lalu tersenyum geli. "Kamu dari tadi nanya mulu?"
"Oh, jadi sekarang aku nggak boleh nanya lagi? Oke." Clara memanyunkan bibir pura-pura marah.
Satria terkekeh. Membuat laki-laki itu langsung menoleh ke belakang sembari melirik timer lampu lalu lintas yang masih cukup lama. 100 detik. "Bolehlah, bertanyalah sebelum bertanya itu dilarang."
"Ih, itu tertawa bukan bertanya!" Clara menabok kesal punggung Satria. "Yang bener itu lebih baik bertanya daripada sesat di jalan! Kamu dimarahin Om Indro lho, kalo ngubah-ngubah quote-nya beliau."
"Mana bisa Om Indro marahin aku, kenal aja nggak." Satria mengedik cuek.
"Ya, aku bakalan kenalan dulu sama Om Indro. Terus aku lapor, kalo kamu udah ngerubah quote-nya di film Warkop."
Satria hanya cengengesan. "Kita ini lagi bahas apa sih, Ra? Kok bawa-bawa Om Indro dari tadi?"
"Ya, kamu sih!" Clara kembali menabok punggung pacarnya. "Aku kan jadi lupa mau nanya apa!"
Lalu Clara masih mengingat-ingat apa yang terselip di otaknya. Bahkan setelah motor Satria melaju kembali. Clara masih terlihat berfikir. Hingga akhirnya gadis itu tau apa yang ingin dia tanyakan. Dia kemudian berbisik di telinga Satria.
"Aku tanya sesuatu, tapi kamu janji jangan marah, ya." Clara berucap pada telinga laki-laki itu meski tertutup helm.
"Apa sih, Ra? Jangan bikin aku penasaran deh," Satria memberengut. Masih berusaha mengendarai motornya dengan hati-hati meski dia tak tahan untuk tidak menengok menatap langsung wajah pacarnya yang jahil itu. "Kamu mau tanya apa? Buruan!"
"Ehm, hiihihiiihi." Clara tertawa sendiri. "Beratan mana waktu kamu boncengin aku atau boncengin Darga?"
"Hah?" Bisa dipastikan Satria melongo dengan pertanyaan di luar ekspektasi. "Kenapa tiba-tiba nanyain itu?"
Clara hanya menggeleng-geleng. "Habisnya kamu keseringan boncengin Darga deh, daripada aku." Mendengar ucapan Clara itu mau tak mau tawa Satria keluar juga.
"Astaga! Ternyata kamu cuma mau nanyain hal kayak begitu?"
Satria geleng-geleng kepala menahan raut gelinya. Dia dan Darga memang sangat dekat. Tentu saja, karena mereka adalah saudara sepupu. Bahkan dalam seminggu ada kalanya beberapa hari, Satria akan berangkat sekolah memboncengkan Darga. Meski Darga juga bisa mengendarai kendaraan sendiri, tapi bocah dengan tingkat kemageran tinggi itu lebih suka membonceng di belakang. Jika tidak berangkat dengan Satria, pasti Darga akan menebeng Arbin, Marlo atau Arroyan. Satria tidak mengerti kenapa Clara memperhatikan hal sekecil itu. Apa pacarnya itu cemburu pada Darga?
"Kamu cemburu sama Darga?" Satria mengeraskan suaranya, tak tahan untuk bertanya.
"Hah?" Clara menganga lebar. "Kenapa aku harus cemburu sama Darga?"
"Ya habis, ngapain kamu nanyain kayak gitu tadi?"
Clara memanyunkan bibir. "Ya nggak apa-apa. Aku kan cuma nanya. Bebas dong!"
"Kamu aneh!" Satria melirik Clara lewat kaca spion.
Di belakang Satria, Clara hanya mencibir dan menjulurkan lidah senang. Dia lalu mengangkat jam tangannya, matanya membulat saat melihat waktu yang ditunjukkan arlojinya itu. Clara buru-buru menepuk punggung Satria.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
RomanceSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...