.
.
.
Saat Clara dan Lando sudah duduk berhadapan di restoran yang tadi disebutkan Lando di mobil pun perasaan perempuan itu tak kunjung membaik. Dia menatap sekeliling restoran yang ramai dengan was-was. Seolah seluruh pengunjung sedang memandanginya dan mengolok-oloknya dari belakang.
Namun nyatanya semua itu hanya halusinasi Clara. Nyatanya seluruh pengunjung restoran ini tidak sedang memandanginya. Karena pada kenyataannya orang-orang itu sibuk dengan makanan mereka sendiri. Sibuk mengobrol dengan teman-teman mereka sendiri. Tidak ada yang peduli pada Clara disana.
"Minum dulu," Lando mengulurkan sebotol air mineral yang tadi dibelinya di salah satu stand minuman.
Clara mengangguk dan segera meneguknya air mineral itu.
"Be better?"
Clara kembali mengangguk sembari menutup botol air mineral itu. Tatapannya menggambarkan rasa bersalah kepada Lando.
"Al, sorry, seharusnya aku nggak kayak gini." Clara menahan nafasnya saat berbicara. "Sorry selalu bikin kamu repot, Al."
Lando tersenyum. Dia mengambil tangan Clara di atas meja dan mengecupnya perlahan. Dia kemudian tersenyum lebar. Senyum yang mampu menular ke wajah Clara. Membuat Clara sedikit demi sedikit menarik sudut bibirnya.
"Kamu nggak perlu minta maaf, my lovely young. Aku nggak ngerasa direpotin, oke." Lando kembali tersenyum. Meski sesungguhnya dia nyaris mati penasaran karena tak tahu apa yang menyebabkan trauma Clara kambuh.
Ah, bahkan Lando sama sekali tak tahu apa penyebab 'sakitnya' Clara. Dulu saat dia menemani mamanya memeriksa Clara, Lando mengira bahwa Clara hanya depresi biasa. Depresi karena persaingan seperti yang dialami para remaja.
Awalnya Lando mengira begitu. Namun lama-kelamaan dia merasa analisanya meleset. Karena sudah tiga tahun dan 'sakit' yang dialami Clara masih saja terus berlanjut. Dan yang bisa dipikirkan Lando adalah 'sakitnya' Clara terjadi diakibatkan suatu hal. Ada satu peristiwa di masa lalunya yang membuat Clara 'sakit'.
Namun sayangnya Clara seperti ingin menutupi hal itu dari semua orang. Bahkan dari Dena yang ingin membantunya sembuh, Clara juga tak mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Perempuan itu ingin menyimpan sendiri lukanya. Atau dia hanya tidak percaya pada orang-orang di sekelilingnya—termasuk Lando?
Lando tersenyum saat perlahan-lahan kepanikan dalam tubuh Clara menghilang. Raut wajah kekasihnya itu sudah mulai terlihat normal. Meski kedua bola matanya masih menunjukkan getaran kewaspadaan.
Seorang pelayan tiba-tiba datang mengantarkan pesanan makanan yang tadi sudah dipesan Lando. Lando segera menata makanan di meja mereka. Laki-laki itu mengangsurkan semangkuk tomyum seafood kepada Clara. Yang diterima kekasihnya dengan senyum tipis.
Keduanya makan dalam diam. Sama-sama mencoba menikmati makanan yang sedang ada di hadapan. Beberapa kali Lando tampak mengirimkan senyuman pada Clara seolah mengirimkan energi positif. Membuat Clara ikut tersenyum tipis.
"Kamu berangkat jam berapa ke rumah sakit nanti?" tanya Clara sembari memasukkan sepotong udang ke mulutnya.
Lando menaikkan alisnya. "Jam sembilan seperti biasa." jawabnya kembali tersenyum.
Clara hanya mengangguk. Padahal dia sudah hafal jadwal dinas Lando di rumah sakit namun entah mengapa hanya pertanyaan sederhana itu yang bisa keluar dari mulutnya. Clara kembali mendongak dan mengamati sosok Lando yang nyaris sempurna. Wajah tampan, sifat baik, dan pekerjaan mapan. Ah, siapa perempuan di dunia ini yang tidak ingin memiliki pasangan seperti Lando?
KAMU SEDANG MEMBACA
You Got It
RomanceSatria Evandra Arbani, laki-laki itu hanya menginginkan bertemu kembali dengan Clara Regina Anandhina, perempuan yang dipacarinya enam tahun silam. Saat mereka masih merasakan indahnya, cinta di masa putih abu-abu. Sebuah peristiwa terjadi, mengaki...